Anggaran Kesehatan Dihapus, Demokrat Tolak Pengesahan RUU Kesehatan

Laporan: Martahan Sohuturon
Selasa, 20 Juni 2023 | 15:55 WIB
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat, Aliyah Mustika Ilham. (SinPo.id/Istimewa)
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat, Aliyah Mustika Ilham. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id - Fraksi Partai Demokrat DPR RI menolak keputusan Komisi IX DPR RI dan Pemerintah membawa Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU. Demokrat bersama PKS tidak menandatangani kesepakatan serta menyampaikan sejumlah catatan penting dalam pendapat akhir mini fraksi atas RUU Kesehatan di Komisi IX DPR pada Senin, 19 Juni 2023.

‘’Demokrat sudah mengusulkan dan memperjuangkan peningkatan anggaran kesehatan (mandatory spending) di luar gaji dan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun usulan ini tidak diterima, sebaliknya, pemerintah lebih memilih mandatory spending kesehatan dihapuskan,’’ kata Anggota Komisi IX dari Demokrat, Aliyah Mustika Ilham ketika membacakan pandangannya.

Penghapusan belanja atau pengeluaran negara untuk kesehatan dalam RUU ini memang menjadi kontroversi di masyarakat, khususnya pemangku kepentingan dunia kesehatan. Hal ini terkait dengan kekhawatiran bahwa layanan kesehatan akan semakin memburuk.

‘’Ini kan memang suara masyarakat, khususnya dari dunia kesehatan. Alokasi anggaran 5 persen dari total APBN itu harusnya justru ditambah. Bukan malah dihapus. Karena akan terkait langsung dengan layanan kesehatan terhadap masyarakat,’’ papar Aliyah usai rapat di Komisi IX DPR

Dalam pandangannya, Demokrat menegaskan bahwa penghapusan mandatory spending kesehatan menunjukkan kurangnya komitmen politik negara dalam menyiapkan kesehatan yang layak, merata di seluruh negeri, dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Bagi Demokrat, anggaran yang dihapus ini masih sangat diperlukan. Karena layanan kesehatan, juga akan terkait langsung dengan upaya mencapai tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah ditetapkan sasaran IPM mencapai 75,54 persen. Sementara tahun 2022 tingkat IPM baru mencapai 72,91 persen.

Begitupula jika dibandingkan dengan negara lain, peringkat IPM Indonesia masih berada pada urutan 130 dari 199 negara menurut Bank Dunia.

‘’Kebijakan pro kesehatan yang telah ditetapkan minimal 5 persen dari APBN yang diamanatkan dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Era Pemerintahan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya dapat ditingkatkan jumlahnya,’’ papar Aliyah.

Selain itu Aliyah juga memaparkan ketidaksetujuan Demokrat terhadap indikasi liberalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan. Meskipun, Demokrat tidak anti dengan kemajuan dan keterbukaan terhadap tenaga kerja asing, namun perlu mempertimbangkan kesiapan dan konsekuensi seperti pembiayaan dan dampak yang dikhawatirkan semua pihak.

“Kami tak anti dengan kemajuan dan keterbukaan terhadap tenaga kerja asing, namum kami tak setuju terhadap adanya indikasi liberalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan,” ucapnya.

Lebih dari itu, Demokrat menilai proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu pembahasan yang cukup. Sehingga terkesan sangat terburu-buru.

‘’Jika ruang dan waktu dibuka lebih panjang lagi, kami meyakini RUU ini dapat lebih komperhensif, holistik, berbobot,dan berkualitas,’’ tutur Aliyah.

RUU Kesehatan belakangan ini menuai polemik dan mengalami penolakan dari berbagai pihak. Penolakan paling kerang muncul dari lima organisasi profesi (OP) yang bergerak di bidang kesehatan.

Kelima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Organisasi ini berpendapat RUU Kesehatan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan akan mencermati tindak lanjut pembahasan RUU Kesehatan. Puan menargetkan pengesahan RUU Kesehatan jadi UU bisa dilakukan di masa persidangan DPR RI kali ini.

"Tindak lanjut selanjutnya tentu kita akan cermati bagaimana ke depannya," kata Puan.

"Insya Allah pada masa sidang ini akan segera diambil keputusan tingkat dua pada waktu yang tepat," tambahnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI