Satelit Nano

Satelit Nano, RI Apresiasi Dukungan JAXA dan UNOOSA

Laporan: Galuh Ratnatika
Selasa, 28 Maret 2023 | 23:17 WIB
Satelit Nano. (SinPo.id/NASA)
Satelit Nano. (SinPo.id/NASA)

SinPo.id - Indonesia mengapresiasi dukungan Badan Eksplorasi Luar Angkasa Jepang (JAXA) dan Kantor PBB urusan Antariksa (UNOOSA) atas keberhasilan peluncuran satelit nano pertama buatan mahasiswa Indonesia pada 6 Januari 2023, yang diberi nama Surya Satellite-1 (SS-1). Apresiasi itu disampaikan pada pertemuan Sesi ke-62 Sub-Komite Hukum PBB Penggunaan Antariksa untuk Maksud Damai (LSC UNCOPUOS). 

Dalam pernyataan nasional yang dibacakan Kuasa Usaha Sementara KBRI Wina, A Alfiano Tamala, SS-1 merupakan student satellite Indonesia pertama yang dikembangkan dan dilepaskan dengan dukungan KiboCube, sebuah Modul percobaan Jepang, yang saat ini merupakan satu-satunya modul yang digunakan untuk meluncurkan satelit dari International Space Station. 

"SS-1 dilengkapi dengan Automatic Package Reporting System (APRS) yang akan berkomunikasi dua arah dengan bumi dengan frekuensi radio amatir," kata Alfiano, dikutip Selasa 28 Maret 2023. 

Ia mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini telah memiliki satelit kecil seperti LAPAN-A-1, LAPAN-A-2 (Orari) dan LAPAN A-3. Selain itu, Indonesia juga menyoroti pentingnya pengaturan internasional pengoperasian satelit kecil, mengingat permintaan dan pengembangan satelit ini semakin meluas. 

Seperti LAPAN-A-2, misalnya. Satelit tersebut telah beroperasi sekitar tujuh tahun dan berfungsi memonitor bumi, pelayaran, keperluan komunikasi dan riset, serta penanganan situasi darurat saat bencana. Satelit ini juga digunakan untuk keperluan jaringan radio amatir sejumlah negara di garis katulistiwa. 

Satelit nano sendiri dapat didesain untuk mengumpulkan data bencana alam dan alat komunikasi laboratorium, perusahaan dan radio amatir di wilayah Indonesia. Satelit juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk melacak posisi kendaraan, pendaki gunung, kapal nelayan dan hotspot kebakaran hutan. 

Terlebih sebagai negara kepulauan di garis katulistiwa, Indonesia memiliki kondisi geografis khusus. Sehingga perlu terus mengembangkan dan memanfaatkan teknologi satelit kecil. Pasalnya, teknologi tersebut berguna dalam menunjang konektivitas berbagai daerah dan penduduk Indonesia, terutama di wilayah terpencil. 

Lebih lanjut, kata Alfiano, dengan semakin banyaknya satelit mikro dan mega konstelasi yang memenuhi orbit dan atmosfer, perlu adanya pembahasan mengenai jaminan akses dan penggunaan orbit, serta spektrum secara rasional dan adil. Kemudian peerlu juga adanya suatu sistem untuk menghindari interference dan risiko tabrakan (collision). 

"Indonesia juga memandang penting perlunya fasilitasi dan registrasi satelit mega konstelasi serta koordinasi internasional, dan keterbukan informasi dan data mengenai space situational awareness activities," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI