AS: Bank Sentral Iran Harus Bayar Kompensasi Korban Bom 1983

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 23 Maret 2023 | 05:30 WIB
Foto pemboman tahun 1983. Sumber: Department of State
Foto pemboman tahun 1983. Sumber: Department of State

SinPo.id -  Seorang hakim federal di New York meminta Bank Sentral Iran dan perantara Eropa untuk membayar USD 1,68 miliar kepada anggota keluarga tentara yang tewas. Ini terkait insiden  pemboman mobil tahun 1983 di barak Korps Marinir Amerika Serikat (AS) di Lebanon.

Hakim Distrik AS, Loretta Preska, mengatakan undang-undang federal tahun 2019 mencabut kekebalan kedaulatan Bank Markazi, bank sentral Iran, dari gugatan tersebut. Bank Markazi disinyalir telah memberikan dukungan material kepada para penyerang.

Gugatan itu juga menyebut Clearstream Banking SA yang berbasis di Luksemburg, yang memegang aset di akun klien. Namun perusahaan induk Clearstream, Deutsche Boerse AG, mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.

"Clearstream akan menimbang semua kepentingan dan tanggung jawab yang relevan dan mematuhi kewajiban hukum dan peraturannya dalam menangani dana tersebut," kata Deutsche Boerse, dilansir dari Reuters, Kamis 23 Maret 2023.

Seperti diketahui, pada 23 Oktober 1983, terjadi pengeboman di barak Korps Marinir, yang menewaskan 241 anggota tentara AS. Lalu para korban dan keluarga mereka memenangkan keputusan senilai USD 2,65 miliar saat melawan Iran di pengadilan federal pada tahun 2007 atas serangan tersebut.

Enam tahun kemudian, Iran berusaha menyita hasil obligasi yang diduga milik Bank Markazi dan diproses oleh Clearstream untuk memenuhi sebagian putusan pengadilan.

Namun, Bank Markazi berpendapat bahwa gugatan itu tidak diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang Kekebalan Asing (FSIA), yang umumnya melindungi pemerintah asing dari tanggung jawab di pengadilan AS.

Pada Januari 2020, Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan pengadilan untuk kepentingan keluarga, dan memerintahkan kasus tersebut untuk dipertimbangkan kembali berdasarkan undang-undang baru, yang diadopsi sebulan sebelumnya sebagai bagian dari Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional.

Di samping itu, Preska mengatakan undang-undang 2019 telah memberi wewenang kepada pengadilan AS untuk mengizinkan penyitaan aset yang diadakan di luar negeri untuk memenuhi penilaian terhadap Iran dalam kasus terorisme, terlepas dari undang-undang lain seperti FSIA yang akan memberikan kekebalan.
sinpo

Komentar: