Koalisi Masyarakat Sipil: Vonis Sidang Tragedi Kanjuruhan Jauh dari Harapan Keadilan

Laporan: Sinpo
Jumat, 17 Maret 2023 | 05:56 WIB
Kerusuhan usai pertandingan Arema vs Persebaya, Sabtu malam 1 Oktober 2022. (SinPo.id/Istimewa)
Kerusuhan usai pertandingan Arema vs Persebaya, Sabtu malam 1 Oktober 2022. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id -  Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras atas hasil putusan sidang Tragedi Kanjuruhan kepada lima (5) terdakwa. Koalisi Masyarakat Sipil menilai kelima terdakwa tersebut dijatuhi vonis hukuman yang ringan. 

AKP Has Darmawan (Danki III Brimob Polda Jawa Timur) dan Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC)
divonis 1 tahun 6 bulan penjara. 

Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang) dan AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang) divonis bebas.

Suko Sutrisno (Security Officer) divonis hanya 1 tahun penjara. 

"Kami menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban  yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya juga seadil-adilnya serta dapat mengungkap aktor high level dibalik tragedi ini," tulis keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil pada Kamis 16 Maret 2023

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) 

Sebetulnya sejak awal, Koalisi Masyarakat Sipil telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Mereka menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan. 

"Selain itu kami juga turut melihat bahwa proses persidangan tersebut merupakan bagian dari proses peradilan yang sesat (malicious trial process). Dugaan kami turut didorong dengan berbagai keganjilan selama persidangan yang kami temukan," kata dia. 

Keganjilan-keganjilan yang dimaksud antara lain; aktor yang diproses secara hukum hanyalah aktor lapangan, terbatasnya akses terhadap pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang, terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring, diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum dalam persidangan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, Hakim dan Jaksa Penuntut Umum cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil, minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan, komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian, intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan, adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata kebagian tribun penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai proses persidangan ini telah menunjukan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak benar-benar berpihak kepada korban dan keluarga korban kejahatan. Dijatuhkannya vonis yang jauh dari rasa keadilan bagi korban dan  keluarga korban telah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, proses peradilan ini juga memalukan Indonesia di mata dunia Internasional yang menunjukan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia karena hukum dipermainkan sedemikian rupa.

Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:

1. Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen;

2. Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata;

3. Komnas HAM RI menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat;

4. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa Majelis Hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik.
 sinpo

Komentar: