Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, Ini Saran KPK Untuk LKPP

Laporan: Zikri Maulana
Kamis, 05 Januari 2023 | 11:23 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (SinPo.id/Khaerul Anam).
Ketua KPK Firli Bahuri (SinPo.id/Khaerul Anam).

SinPo.id -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan agar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menjalankan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau (PBJ). Saran KPK itu sebagai upaya pencegahan korupsi di lembaga pengadaan barang dan jasa.

“Kita buat sistem pengadaan barang/jasa secara nasional yang berisi data detail perusahaan, pelaku PBJ, sistem pembayaran, hingga berita acara penyerahan barang, agar seluruh prosesnya transparan,” kata ketua KPK Firli Bahuri, dalam pernyataan resmi, Kamis 5 Januari 2023.

Saran itu mengacu Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2022 yang menunjukan salah satu titik rawan korupsi tertinggi adalah pada indikator pengadaan barang/jasa (PBJ) yang dilakukan di instansi atau lembaga pemerintah.

Hal itu diakui Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengatakan, hasil survei  itu selaras dengan data penindakan perkara yang ditangani KPK di daerah, sebagaian besar perkara-perkara korupsi PBJ.

“Perkara-perkara korupsi yang banyak ditangani di daerah adalah perkara PBJ. Dimana hal ini terjadi akibat adanya vendor yang sudah mengatur dan membagi jatah proyek,” kata Alex.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyampaikan, KPK yang tergabung dalam STRANAS Pencegahan Korupsi (PK) bersama LKPP juga merancang sebuah strategi nasional dalam meminimalisasi terjadinya korupsi pada PBJ dengan menggunakan platform digital.

“Bersama dengan LKPP kita mengadakan pertemuan dengan BPK untuk membahas hal ini lebih lanjut. Selain itu, LKPP saat ini juga sedang mengembangkan new platform berupa marketplace pengadaan nasional untuk dapat digunakan pemerintah,” Pahala.

Ketua LKPP Hendrar Pribadi mengakui ada dua persoalan yang perlu mendapat masukan dari KPK. Pertama, keengganan pemerintah daerah dan kementerian belanja produk dalam negeri, adalah karena harga relatif lebih mahal.

“Kedua, secara kualitas produk dalam negeri kalah saing,” ujar Hendrar.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI