Pakar Hukum: KUHP Warisan Belanda Sudah Tak Relevan
SinPo.id - Praktisi Hukum Sukma Bambang Susilo SH, mengimbau segenap elemen masyarakat Indonesia menyudahi polemik Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang telah disahkan menjadi Undang-undang.
Pasalnya, pemerintah dan DPR sudah tepat mengakomodir tekad kuat meninggalkan KUHP warisan Belanda dengan mengesahkan KUHP hasil pemikiran dan kajian anak bangsa sendiri. Kemudian sejalan dengan Ideologi Bangsa, budaya, dan relevan dengan perkembangan jaman.
"Mengingat KUHP warisan Belanda sudah tidak relevan lagi menyangkut nilai ganti rugi, masa hukuman dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia," kata Sukma dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu 14 Desember 2022
Namun Sukma yang juga diketahui menjabat sebagai Sekretaris Repdem DKI Jakarta itu mendorong pemerintah dan DPR, aktif melakukan sosialiasi dan penyampaian penjelasan dari pasal-pasal dalam KUHP selama rentang 3 tahun kedepan baik melalui sosialiasi di masyarakat, lembaga universitas, maupun media massa.
Sehingga polemik dan kekhawatiran yang saat ini berkembang terkait pasal-pasal tertentu menjadi clear dan tidak menimbulkan penafsiran yang rancu, agar supaya masyarakat terjamin kebebasannya berpendapat.
"Kemudian isu mengenai akan terpuruknya industri pariwisata dan perhotelan karena khawatir akan penerapan pasal tertentu juga meksi menjadi atensi pemerintah. Hal itu penting agar tidak menjadi isu liar yang kemudian menambah kebingungan masyarakat yang awam hukum," ucap Sukma.
Menurut Sukma, pemerintah juga perlu berkaca pada penerapan UU ITE yang dalam pelaksanannya menimbulkan polemik dan dianggap penerapannya tidak memenuhi rasa keadilan karena ketimpangan.
Hal ini penting agar penegak hukum dalam penerapannya punya acuan yang jelas dan tidak multitafsir dan dianggap menjadi alat untuk kepentingan pihak tertentu.
Sukma menambahkan, disahkannya KUHP menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia sehingga negara - negara lain harus menghormati hukum yang ada di Indonesia dan tidak melakukan intervensi atau kemudian menyampaikan penafsiran tanpa kajian dan menjadikan isu-isu yang tidak sesuai.
Pemerintah juga harus bersikap tegas terhadap pihak luar yang tidak mau menghormati dan mematuhi hukum yang ada di Indonesia.
"Terlebih apabila ada tujuan tertentu bagi mereka yang ingin memaksakan budaya dan perilaku menyimpang dengan dalih ranah privat dan demokrasi," tandasnya.
Sukma berharap, para praktisi hukum di Indonesia dan akademisi memberikan pencerahan dan pembelajaran kepada masyarakat. Sehingga, apabila ada pasal-pasal dalam KUHP yang dinilai belum tepat, bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan pendapat melalui jalur konstitusi.
"Jangan berdebat di medsos atau ruang hampa yang hanya menambah kebingungan di masyarakat awam. Lebih baik para ahli dan praktisi hukum lakukan uji materi melalui Mahkamah Konstitusi bukan uji materi melalui media, medsos atau warung kopi," tutup Sukma.