KPK Periksa Plt Bupati PPU Terkait Penyidikan Kasus Baru Korupsi Abdul Ghafur Masud
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan kasus baru yang menjerat mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Ghafur Masud, terkait penyalahgunaan wewenang pada penyertaan modal di Perusahaan Umum Daerah (Perumda).
Pendalaman dilakukan melalui pemeriksaan tiga saksi. Mereka yaitu Plt Bupati PPU Hamdam; Ketua DPRD Kabupaten PPU, Jhon Kenedi; dan Ahmad Usman selaku Asisten II Setda PPU.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan persetujuan penyertaan modal Pemkab PPU serta proses pencairannya untuk BUMD Benuo Taka yang diduga karena adanya arahan dari tersangka Abdul Ghafur Masud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 29 November 2022.
Sebelumnya, KPK kembali menetapkan Abdul Ghafur Masud sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang pada penyertaan modal di Perusahaan Umum Daerah (Perumda) di Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2019-2021.
Kasus tersebut merupakan pengembangan dari proses penyidikan kasus dugaan suap yang sebelumnya menjerat mantan Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud (AGM).
"Selama proses penyidikan perkara dugaan suap terdakwa AGM, tim Penyidik menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain," kata Ali Fikri kepada wartawan, pada Senin, 1 Juli 2022.
KPK mengungkap diduga dalam temuan pengembangan kasus korupsi tersebut, Abdul Ghafur juga turut terlibat selama ia menjabat sebagai Bupati Penajam Paser Utara.
KPK belum dapat mengumumkan secara lengkap dugaan korupsi tersebut. Pengumuman para pihak sebagai tersangka dan uraian dugaan perbuatan pidana akan disampaikan setelah proses penyidikan telah cukup dilaukan. Sejauh ini pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi masih dilakukan sebagai upaya pengumpulan alat bukti agar kasus korupsi tersebut dapat diungkap.
Abdul Gafur saat ini sudah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Balikpapan untuk menjalani pidana penjara selama 5,5 tahun dalam perkara suap.
Abdul Gafur juga diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp 300 juta dan uang pengganti sebesar Rp5,7 miliar. Ia juga dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama tiga tahun dan enam bulan dihitung sejak selesai menjalani pidana pokok.