Sembilan Temuan KontraS di Kasus Kerangkeng Bupati Langkat, dari Penyiksaan hingga Perbudakan

Laporan: Khaerul Anam
Senin, 21 November 2022 | 17:40 WIB
Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin/ SinPo.id/ Khaerul Anam
Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin/ SinPo.id/ Khaerul Anam

SinPo.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membeberkan beberapa fakta temuan atas kasus kejahatan kerangkeng manusia, yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

Hasil tersebut diperoleh melalui Investigasi lapangan dan Pemantauan Persidangan atas Kasus Kejahatan Kerangkeng Manusia di Langkat, Sumatera Utara oleh Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TP-HAM) yang terdiri dari KontraS, KontraS Sumatera Utara, dan PBHI.

"Sejak kasus ini bergulir pada awal bulan Februari 2022, TAP-HAM telah melakukan investigasi lapangan dan melakukan wawancara terhadap para korban," kata Divisi Advokasi Hak Asasi Manusia (HAM) KontraS, Andrie Yunus dalam siaran persnya secara daring, Senin, 21 November 2021.

Andrie menjelaskan, dari proses investigasi tersebut setidaknya TAP-HAM mendapatkan delapan temuan. Pertama, bahwa proses masuk korban kerangkeng manusia langkat berawal dari adanya laporan dari pihak Keluarga.

Selain itu juga menurut informasi para korban, beberapa orang yang masuk ke dalam kerangkeng diserahkan oleh pihak berwajib atau aparatur setempat. 

Kedua, orang tua korban dipaksa menandatangani perjanjian sepihak, orang tua akan dipaksa mendatangi secarik kertas yang pada pokoknya menyatakan bahwa bersedia anaknya di bina selama 1,6 tahun dan jika terjadi penghuni mengalami sakit atau bahkan meninggal dunia tidak menjadi tanggungjawab pihak kerangkeng.

Ketiga, Dugaan Penyiksaan terhadap para penghuni kerangkeng terjadi pada rentan waktu 1-14 hari ketika pertama kali masuk. Korban diduga disiksa sebagai bentuk masa orientasi. "Umumnya para korban mendapatkan cambukan dengan selang, melakukan gantung monyet di jeruji besi, sikap tobat, makan cabai, ditendang dan dipukul baik menggunakan tangan kosong maupun benda tumpul," ujar Andrie.

Keempat, Dugaan Penyiksaan dan kekerasan seksual sebagai bentuk penghukuman bagi para penghuni yang melarikan diri dari kerangkeng. Bahwa terdapat penghuni kerangkeng yang kabur karena tidak tahan dengan berbagai kekerasan dan perbudakan yang terjadi, jika korban kabur dan tertangkap kembali maka akan disiksa semakin kejam.

Kelima, Kerangkeng bukan tempat rehabilitasi, tapi penjara. kerangkeng manusia milik Terbit yang diklaim merupakan tempat rehabilitasi bertolak belakang dengan fakta yang terjadi.  "Sejak berdirinya kerangkeng milik Terbit ini tidak pernah memiliki ijin dari BNN maupun Dinas Sosial Setempat," ucapnya.

Keenam. Bahwa para penghuni kerangkeng tidak semuanya merupakan penyalahguna narkotika, terdapat korban yang masuk ke dalam kerangkeng arena kejahatan penggelapan sepeda motor, dan ketidak sukaan secara personal Terbit kepada orang tertentu. 

Ketujuh, penghuni kerangkeng Korban Dieksploitasi Untuk Bekerja di Perusahaan Sawit dan Renovasi Rumah milik Terbit, mereka bekerja di perkebunan sawit dan di pabrik milik Terbit yakni PT. Dewa Rencana Peranginangin (DRP). Kedelapan ada korban Anak di dalam kerangkeng manusia langkat yang diperlakukan dengan kekejaman dan perbudakan yang sama.

Terakhir, kesembilan terdapat unsur aparat keamanan yang terlibat baik mengetahui secara langsung maupun berperan dalam proses penangkapan dan penganiayaan anak kerangkeng, setidaknya terhadap lima anggota TNI telah diproses secara hukum di PM I-02 Medan. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI