Batal Deklarasi, Lobi-lobi Politik Koalisi Perubahan Dinilai Belum Deal

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 11 November 2022 | 13:06 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Koalisi Perubahan terdiri dari Partai NasDem, Demokrat, dan PKS batal mendaklarasikan pasangan Anies Baswedan untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Lobi-lobi politik yang belum tuntas diduga menjadi penyebab ketiga partai belum juga mendeklarasikan pasangan Anies pada Kamis, 10 November 2022.

PKS dan Demokrat disebut masih berebut kursi cawapres. Mengingat, NasDem sudah diuntungkan karena lebih dulu mendeklarasian Anies.

"Koalisi perubahan ini gagal pada momentum hari pahlawan. Pertama, NasDem sudah diuntungkan karena telah mendeklarasikan Anies lebih awal, sedangkan Demokrat dan PKS harus berebut kursi Cawapres," kata Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, Jumat, 11 November 2022.

Arifki menyebut Demokrat bersikeras mengusung ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres untuk Anies. Sedangkan, PKS ngotot ingin Wakil Ketua Majelis Syuro Ahmad Heryawan (Aher).

"Demokrat ingin usung AHY, sebaliknya PKS ingin duetkan Anies dengan Aher," kata Arifki menambahkan.

Menurut Arifki, kesepakatan itu bisa terlaksana lebih cepat jika salah satu partai mengalah atau menerima tawaran lain sebagai pemimpin koalisi. Bahkan jumlah kursi menteri yang lebih besar jika Koalisi Perubahan menang.

Alasan kedua, koalisi perubahan ini sedang mencari momentum yang tepat untuk melakukan deklarasi. Dengan belum munculnya Capres dari PDIP dan KIB, kata Arifki, koalisi Perubahan tentu menyimpan nama Cawapres untuk dimunculkan saat yang tepat.

Selain itu, penentuaan nama Cawapres tentu juga berhubungan dengan basis wilayah. Dari nama-nama yang muncul sebagai Cawapres, seperti Ridwan Kamil, Aher, Khofifah, Cak Imin, dan AHY berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Sehingga, hal ini menyulitkan Capres mencari figur Cawapres yang tepat.

Koalisi pendukung Anies masih mencari titik temu, terutama penentuaan kursi Cawapres sehingga paling tidak harus ada yang mengalah. “Mungkin saja dengan adanya jaminan sebagai pemimpin koalisi atau jatah menteri yang lebih besar. Ya, deal-dealnya pasti berada di ranah itu," ucap Arifki menjelaskan.

Dia menilai koalisi perubahan ini lebih sibuk ke dalam menemukan titik temu di antara ketiga partai, terutama antara Demokrat dan PKS. Jika pontensi PKS dan Demokrat pindah ke partai lain tentu ini langkah yang sulit.

"Ini tidak hanya menjauhkan pemilihnya dari harapan terhadap figur yang diusung, hal lainnya juga berdampak pada lemah daya tawar PKS dan Demokrat di partai lain karena datangnya belakangan," katanya.

Arifki tak menampik jika koalisi perubahan sulit retak. Hal itu dilihat dari sisi kenyamanan PKS dan Demokrat tidak punya pilihan lain kecuali mendukung Anies sebagai capres. Sedangkan dari berbagai kepentingan untuk mendapatkan efek ekor Pemilu 2024. Kedua partai itu dinilai mempertimbangkan Capres yang diusung yang dampak elektoral dan keinginan untuk memenangkan Pilpres tentu lebih besar dari berbagai tawaran lain yang berpotensi merusak koalisi.

Demokrat dan PKS sudah puasa kekuasan di dua pemerintahan Jokowi. Kedua partai itu tak tergoda membatalkan rencana besarnya di tahun 2024. Jika bergabung dengan koalisi lainnya, PKS dan Demokrat hanya jadi Makmum Masbuk politik. “Meskipun belum punya Capres dan Cawapres, koalisi lain sudah membangun hubungan emosional sejak lama," kata Arifki menjelaskan.sinpo

Komentar: