Waspada Sirup Obat Penyebab Gagal Ginjal Akut Anak
Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek yang beroperasi, sementara tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada warga.
SinPo.id - Laporan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) meningkat tajam, utamanya di bawah usia lima tahun atau Balita. Temuan sejak akhir Agustus 2022 itu menjadi alasan Kemenkes meminta para orang tua waspada, terutama ketika si buah hati mengalami gejala diare, mual, muntah, demam selama tiga hingga lima hari. Termasuk batuk, pilek, sering mengantuk, serta jumlah air seni semakin sedikit, bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
“Ini sangat penting kepada seluruh masyarakat khususnya yang mempunyai anak di bawah umur 18 tahun, utamanya adalah anak balita, kalau terjadi penurunan frekuensi buang,” ujar Juru Bicara Kemenkes, Syahril, 19 Oktober 2022 lalu.
Syahril menegaskan jika sama sekali tidak keluar air kencing atau yang disebut anuria, maka segera periksa atau dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Syahril juga meminta keluarga pasien membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, serta menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan
“Jadi kalau anak ini dibawa ke dokter atau rumah sakit, obat-obat yang diminum sebelumnya itu harus dibawa untuk menyampaikan riwayat pengobatan yang sudah dilakukan atau obat-obat yang telah diminum sebelumnya,” ujar Syahril menambahkan.
Munculnya gangguan ginjal akut pada anak itu tak lepas dari dari dugaan beredarnya obat sirup di antaranya parasetamol yang terlanjur dikonsumsi pasien dan menimbulkan gagal ginjal. Hal itu menjadi alasan Kemenkes meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan atau Fasyankes sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Kemenkes juga mengimbau masyarakat agar dalam pengobatan anak sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
“Sebagai alternatif dapat menggunakan sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” ujar Syahril menjelaskan.
Kemenkes melalui RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri, sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas AKI.
Sebelumnya, Kementerian itu juga telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Termasuk Surat Edaran SE Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan, fasyankes, dan organisasi profesi.
Hingga 18 Oktober 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi.
Tercatat angka kematian sebanyak 99 anak. Dari jumlah itu pasien meninggal yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mencapai 65 persen. Syahril menyampaikan, Kemenkes bersama BPOM, ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), farmakolog, dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslatfor) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Bahkan hingga 18 Oktober 2022, gagal ginjal akut yang dilaporkan secara nasional mencapai 206 kasus dari 20 provinsi, dengan angka kematian sebanyak 99 anak. Sedangkan yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mencapai 65 persen.
Di Jakarta juga melaporkan kasus gagal ginjal akut mencapai 71 orang. Sebanyak 85 persen kasus ini dialami oleh bayi di bawah lima tahun atau Balita. "Januari sampai 19 Oktober kemarin, ada 71 kasus yang terlaporkan. 60 Kasus atau 85 persen adalah usia balita dan 11 kasus atau 15 persen adalah usia 5-18 tahun," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti.
Sedangkan data hingga Rabu 19 Oktober 2022, sebanyak 40 orang meninggal dunia, dan 16 orang dalam perawatan. "Kemudian status terakhirnya 40 meninggal. 16 Perawatan, sedang dirawat saat ini dan jenis kelamin sebagian besar laki-laki," ujar Widyastuti menambahkan.
Ia menyebut dari 71 kasus tersebut 35 orang berdomisili di DKI Jakarta, sisanya dari luar Jakarta seperti Banten, Jawa Barat dan di luar Jabodetabek lainya.
Kasus gagal ginjal akut di Jakarta tertinggi bulan Oktober yakni, sebanyak 31 kasus. Sedangkan Januari 2 kasus, Februari nihil, Maret 1, April 3, Mei 0, Juni 2, Juli 1, jumlah meningkat drastis mulai Agustus 10 dan September 21 kasus.
Obat Sirup Penyebab Gagal Ginjal Akut Pada Anak
Obat jenis sirup khususnya parasetamol menjadi sorotan ketika kasus gangguan ginjal akut misterius menyerang anak-anak. Badan pengawas obat dan makanan atau BPOM memberikan penjelaskan terkait dengan sirup obat untuk anak di Gambia Afrika terkontaminasi terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol.
Badan pengawas itu mengutip informasi WHO, yang menyebut obat terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
“BPOM mengawasi secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia,” tulis penjelasan BPOM di kutip dari laman pom.go.id, Rabu 19 Oktober malam.
Keempat produk tersebut tak ada yang terdaftar di BPOM. Meski begitu badan pengawas terus memantau perkembangan kasus Substandard paediatric medicines mengenai produk sirup obat untuk anak terkontaminasi yang teridentifikasi di Gambia, Afrika.
“Serta melakukan update informasi terkait penggunaan produk sirup obat untuk anak melalui komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain,” tulis pernyataan itu lebih lanjut.
Masyarakat juga diimbau agar tidak resah menanggapi pemberitaan yang ada, jika masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi apoteker, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya.
BPOM juga mengimbau publik agar lebih waspada menggunakan produk obat yang terdaftar yang diperoleh dari sumber resmi. Serta selalu ingat Cek KLIK. Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa sebelum membeli atau menggunakan obat.
Langkah antisipasi juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yang menginstruksikan seluruh apotek yang beroperasi sementara tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada warga.
Dalam imbauan tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury).
"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis SE yang diteken Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami.
Dalam SE itu Kemenkes meminta agar seluruh tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup. Imbauan ini berlaku hingga dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan penatalaksanaan awal penyakit misterius ini adalah rumah sakit yang mempunyai paling sedikit fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Adapun fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai fasilitas dimaksud harus melakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis anak.
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan, penghentian sementara penggunaan obat-obatan berbentuk sirup atau cairan, dilakukan karena adanya dugaan pada obat cair atau sirup yang mengandung etilen glikol (EG) yang diduga dapat merusak ginjal.
“Larangan penggunaan obat sirup atau cair sebagai antisipasi penyakit gagal ginjal akut pada anak ini harus jadi perhatian semua pihak. Tak hanya para orang tua, tapi apotek dan puskesmas," kata Handoyo.
Menurut Handoyo, informasi tersebut harus disosialisasikan secara masif, agar benar-benar sampai ke masyarakat dan siapa pun yang menjual obat-obatan. "Masyarakat harus diedukasi secara masif dan optimal. Pemerintah kan bisa memanfaatkan berbagai strategi komunikasi maupun memanfaatkan platform media yang ada,” kata Handoyo menjelaskan.
Selain itu, masyarakat juga harus diajari bagaimana caranya mengatasi penyakit yang diderita anak, seperti batuk, demam tanpa harus menggunakan obat cair, karena selama ini masyarakat, bahkan para tenaga medis sudah sangat terbiasa dengan obat sirup.(*)