Jokowi Masih Pertimbangkan Beli Minyak dari Rusia, Apakah Banyak Manfaatnya atau Mudaratnya?

Laporan: Tri Bowo Santoso
Jumat, 16 September 2022 | 12:39 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

SinPo.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih mempertimbangkan membeli minyak dari Rusia, seperti yang dilakukan China dan India. Apakah pembelian minyak dari negara berjulukan beruang merah itu banyak manfaatnya atau mudaratnya? 

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, pembelian minyak Rusia ibarat pisau bermata dua.

Di satu sisi kebutuhan BBM nasional bisa lebih terpenuhi. Namun, di sisi lain, Indonesia berpotensi dimusuhi oleh Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Kalaupun Jokowi memutuskan mendatangkan impor minyak Rusia, menurut Mamit, langkah tersebut cukup baik. Karena, bakal lebih memperkuat stok.

"Saya kira jika opsi berhasil dilaksanakan akan sangat baik kita. Dengan harga yang jauh lebih murah maka akan ada pengurangan biaya produksi untuk BBM kita," kata Mamit kepada wartawan, Jumat, 16 September 2022.

Hanya saja, dia menambahkan, tinggal seberapa besar negara mampu membeli minyak Rusia dari total nilai impor yang ada.

Kalau besar, maka itu akan signfikan mengurangi beban.

"Dengan demikian ada potensi untuk bisa menurunkan harga BBM. Jika sedikit ya tidak akan signifikan karena impor yang lain nilainya sesuai dengan harga pasar," tutur Mamit.

Terlebih, saat ini Indonesia jadi net importir minyak mentah dengan kebutuhan mencapai 1,6 juta barel per hari (BOPD). Sedangkan produksi dalam negeri hanya 620.000 BOPD.

"Jadi masih besar sekali nilai impor kita," tukasnya.

Namun, bila Jokowi jadi membeli minyak Rusia, maka Indonesia terancam kena sanksi dari negara lain, terutama AS dan sekutunya lantaran dianggap membiayai perang melawan Ukraina.

Padahal di sisi lain, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat, Uni Eropa dan sekutunya juga sangat bagus.

"Bayangkan kalau sampai kita diembargo oleh mereka, maka akan berdampak besar terhadap perekonomian kita. Bayangkan kita semuanya pakai dollar dan tiba-tiba dolar kita di-freeze, bisa berabe kitanya," jelasnya.

Mamit berharap langkah diplomasi yang dilakukan oleh Kementeria Luar Negeri dan instansi terkait lain bisa berhasil.

Sehingga semua akan baik-baik saja, dan Indonesia bisa bebas dari sanksi negara-negara tersebut.

"Jadi potensi penurunan harga bisa terjadi jika benar harganya lebih murah dari harga pasar dan kita bisa mengimpor dalam jumlah yang besar. Jika perlu semua kebutuhan kita impor dari Rusia, asalkan kilang kita bisa mengolah minyak dari sana," ucapnya.

"Tetapi rencana ini bener-bener (harus) dipertimbangkan, terutama dari sisi politik dan potensi embargo dari negara lain," pungkas Mamit.

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi mengatakan jika Indonesia melihat semua opsi terkait kemungkinan untuk bergabung dengan ekonomi Asia lainnya termasuk India dan China untuk membeli minyak Rusia demi mengimbangi melonjaknya biaya energi.

Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30% bulan ini.

Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi AS karena bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November.

Jokowi telah mengundang para pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina ke pertemuan tersebut.

“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Presiden.
 

 sinpo

Komentar: