Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih di Bawah Negara yang Tak Punya SDA

Laporan: Galuh Ratnatika
Rabu, 17 Agustus 2022 | 13:25 WIB
Ekonom Rizal Ramli (SinPo.id/Instagram)
Ekonom Rizal Ramli (SinPo.id/Instagram)

SinPo.id - Ekonom Senior, Rizal Ramli, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang memiliki banyak komoditi dan sumber daya alam (SDA), masih lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara yang tidak memiliki SDA.

"Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,5 persen Q2-2022, tetapi negara lain yang tidak memiliki SDA tumbuh lebih tinggi. Vietnam 7,7 persen dan Filipina 7,4 persen pada Q2-2020," kata Rizal dalam wawancara bersama CNN, Rabu 16 Agutus 2022.

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa ekonomi kedua negara tersebut memiliki nilai tambah dan effisiensi yang lebih tinggi, meskipun tidak memiliki SDA.

Dalam setahun terakhir, komoditi dan energi naik tinggi karena lonjakan permintaan pasca-covid (pent-up demand) dan perang Ukrania. Namun Indonesia beruntung karena mendapat keuntungan dadakan (windfall profit) dari faktor eksternal.

"Keuntungan itu akibat dari faktor external (externally-driven growth), bukan hasil dari strategi yang unggul, seperti peningkatan nilai tambah atau effisiensi ekonomis," ungkapnya.

Pihaknya mengatakan, keuntungan dadakan akibat faktor-faktor eksternal sangat menguntungkan komoditi dan tambang. Tetapi kehidupan masyarakat masih sangat susah.

"Kehidupan mayoritas rakyat masih sangat susah, terlihat dari Gini Index yang turun dari 0,381 menjadi 0,384. Rakyat juga dibebani dengan kenaikan harga listrik, BBM, dan biaya sekolah," papar Rizal.

Sementara itu, inflasi umum hanya 5 persen, tetapi inflasi makanan sudah 10 persen. Uang juga sulit karena tersedot Surat Utang Negara (SUN) untuk bayar utang. Jadi, faktor eksternal itu hanya bersifat sementara.

"Kalau satu tahun ke depan balik arah krn pengetatan likuiditas OECD, maka surplus perdagangan, current account dan budget RI akan kembali merosot. Apakah sudah ada langkah-langkah antisipasi?," ungkapnya.sinpo

Komentar: