Rizal Ramli Beberkan Dampak Buruk Endorsement Jokowi Terhadap Capres di Pilpres 2024
SinPo.id - Tokoh nasional, Rizal Ramli, menilai, endorsement atau dukungan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) kepada figur yang ingin maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024 tidak akan memberi pengaruh apa-pun.
"Saya khawatir endorsement Jokowi tidak berarti apa-apa dan tidak akan efektif," kata Rizal Ramli dalam program dialog "Adu Perspektif" yang diselenggarakan Detik, Rabu, 3 Agustus 2022.
Terlebih lagi, kata pria yang karib disapa Bang RR ini, posisi politik Jokowi sekarang ini lemah, karena rakyat sengsara di periode kedua kepemimpinannya.
“Rakyat sudah keburu sebal karena perilaku dinastik Jokowi dan semakin meluasnya perilaku KKN. Dukungan Jokowi justru merugikan calon yang diendors,” imbuh Bang RR.
Menurut Bang RR, dukungan mantan Presiden terhadap calon yang hendak maju di Pilpres bisa berdampak positif apabila bekas pemimpin tersebut memiliki legacy yang cukup baik saat berkuasa. Hal itu, kata Bang RR, bisa dilihat di beberapa negara, seperti Amerika Serikat.
"Presiden paling sukses dan berhasil di Amerika namanya Franklin Roosevelt begitu dia endorse (Harry) Truman tokoh yang lemah (kemudian) jadi barang kuat," tutur Bang RR.
Bang RR juga memberikan contoh lain, saat presiden Ronald Reagan yang merupakan tokoh kuat mendukung George H. W. Bush maka terpilihlah Bush senior menjadi presiden ke-41 Amerika Serika.
Fenomena eks presiden mendukung calon presiden juga terjadi di Indonesia. Rizal Ramli pun mencontohkan Bung Karno dan Megawati Soekarnoputri.
"Soekarno tokoh hebat pendiri Republik Indonesia secara tidak langsung memberikan endorsement kepada presiden ke-5 Indonesia Megawati," tutur Bang RR.
Selain itu, sambung Bang RR, ada juga beberapa faktor bahwa dukungan Presiden Jokowi untuk calon presiden berikutnya tidak akan efektif dan nyaris tidak berarti.
Jokowi, kata Bang RR, tidak punya kekuasan terhadap partai. Sehingga akan berat bagi Jokowi untuk bisa menggalang dukungan mencapai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional.
“Kemudian, dukungan Jokowi kepada beberapa orang capres, tidak fokus dan sangat cair sehingga tidak akan efektif,” tutur Menko Ekuin era Pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu.
Terakhir, sambung Bang RR, adanya tuntutan agar capres selanjutnya bisa melanjutkan program Jokowi adalah kriteria yang ngawur. Sebab itu berarti sang penerus harus melanjutkan proyek-proyek infrastruktur dengan beban utang, proyek tidak urgent seperti ibukota negara (IKN), kebijakan yang merugikan seperti omnibus law UU Ciptaker, hingga rencana membuat UU KUHP yang otoriter.
“Permainan 'King-Maker’ Jokowi tidak akan efektif dan hanya akan menjadi akrobatik media, dan tidak mengurangi risiko pascaJokowi,” pungkas Bang RR.