Junta Militer Pidanakan Jurnalis Jepang Karena Liput Protes Anti-Pemerintah di Myanmar

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 05 Agustus 2022 | 04:57 WIB
Aksi solidaritas pembebasan jurnalis Jepang, Toru Kubota yang ditahan Junta Militer Myanmar saat meliput aksi. Foto: Istimewa
Aksi solidaritas pembebasan jurnalis Jepang, Toru Kubota yang ditahan Junta Militer Myanmar saat meliput aksi. Foto: Istimewa

SinPo.id - Junta militer Myanmar tahan seorang jurnalis Jepang pada pekan lalu. Pria 26 tahun yang diketahui bernama Toru Kubota itu didakwa melanggar UU imigrasi dan terancam mendapatkan hukuman lima tahun penjara.

Toru Kubota ditangkap saat meliput aksi protes anti-pemerintah di Yangon bersama dengan dua warga negara Myanmar.

Pada Kamis, 4 Agustus 2022, Kubota didakwa dengan pasal 505 (a) dan UU imigrasi 13-1, seperti dimuat Japan Times.

Pasal 505(a) merupakan aturan yang mengkriminalisasi perbedaan pendapat terhadap militer dengan membawa hukuman penjara maksimum tiga tahun. UU ini telah banyak digunakan oleh militer dalam tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat.

Sementara pelanggaran hukum imigrasi 13-1 diancam dengan hukuman penjara maksimal dua tahun.

Kubota merupakan jurnalis asing kelima yang ditahan di Myanmar setelah warga negara AS, Nathan Maung dan Danny Fenster, serta pekerja lepas Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang. Namun semuanya akhirnya dibebaskan dan dideportasi dari Myanmar.

Menurut laporan NHK, Kubota telah dikonfirmasi berada di dalam tahanan dan masih dalam proses penyelidikan. Namun pembebasan Kubota masih belum pasti.

Pekan ini, PEN International dan Japan PEN Club menyerukan pembebasan Kubota tanpa syarat, bersama pembebasan tahanan lainnya yang saat ini ditahan secara tidak adil.

Sebelumnya pada tahun lalu, junta pernah melakukan hal serupa, mendakwa jurnalis Jepang dengan tuduhan berita bohong. Namun pemerintah Jepang berhasil melakukan upaya diplomasi untuk membebaskan jurnalisnya.

Sejak melakukan kudeta pada Februari tahun lalu, junta Myanmar telah menekan kebebasan pers, dengan menangkap wartawan dan fotografer, serta mencabut izin penyiaran.

Reporting ASEAN menyebut, 48 wartawan masih ditahan di Myanmar hingga Maret 2022. 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI