SMRC: Agama Jadi Faktor Utama Intoleransi LGBT

Laporan: Bayu Primanda
Kamis, 30 Juni 2022 | 14:11 WIB
Bendera LGBT/net
Bendera LGBT/net

SinPo.id -  Agama menjadi faktor penting yang berpengaruh pada intoleransi terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Demikian dikatakan ilmuwan politik, Saiful Mujani, dalam program Bedah Politik bersama Saiful Mujani episode ‘Siapa Menoleransi LGBT?’ yang disiarkan di kanal YouTube SMRC TV pada Kamis (30/6).

Dalam pemaparannya, Saiful menjelaskan bahwa hasil survei SMRC pada Mei 2022 menunjukkan 68 persen publik Indonesia keberatan bertetangga dengan orang yang berlatar belakang LGBT.

Yang keberatan orang yang berlatar belakang LGBT menjadi guru di sekolah negeri sebesar 77 persen, dan menjadi pejabat pemerintah sebesar 78 persen.

“Kalau anda punya latar belakang sosial LGBT, potensi untuk tidak diterimanya tinggi, bahkan untuk hanya sekadar menjadi tetangga,” kata Saiful dalam paparannya.
Di antara faktor demografis yang paling kuat berhubungan dengan penolakan pada LGBT adalah agama.

Dalam analisis tabulasi silang, ditemukan bahwa warga yang beragama Islam memiliki penolakan yang jauh lebih kuat pada LGBT dibanding warga yang beragama non-Islam.
Dari 88 persen warga yang beragama Islam, 71 persen di antaranya keberatan atau sangat keberatan bertetangga dengan warga yang berlatar belakang LGBT.

Sementara warga yang beragama non-Islam, hanya 40 persen yang keberatan bertetangga dengan kalangan LGBT.

"Warga Muslim yang keberatan orang LGBT menjadi guru di sekolah negeri sebanyak 81 persen dan yang keberatan mereka menjadi pejabat pemerintah sebesar 82 persen, sementara warga non-Muslim yang keberatan LGBT menjadi guru di sekolah negeri sebanyak 51 persen dan menjadi pejabat pemerintah 52 persen," tutur Saiful.
Saiful menjelaskan bahwa LGBT dalam tradisi agama apa pun memiliki kecenderungan tidak diterima.

Namun menarik bahwa yang non-Muslim tidak mayoritas yang keberatan dengan LGBT sebagai tetangga, walaupun untuk menjadi guru sekolah negeri atau pejabat publik, kalangan non-Muslim juga mayoritas yang menolak, tapi bedanya masih signifikan dengan yang Muslim, sekitar 30 persen.

Saiful menduga fenomena ini terjadi karena paham agama yang disosialisasikan di kalangan orang Islam mungkin lebih massif yang bersikap negatif pada LGBT.

“Perbedaan agama memiliki hubungan yang signifikan dengan menerima atau tidak menerima LGBT. Faktor yang paling penting menerima atau tidak menerima LGBT adalah agama,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu.

Sebagai informasi, Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 10-17 Mei 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. 

Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1060 atau 87%. Sebanyak 1060 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,07% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).sinpo

Komentar: