Ekspor CPO Ternyata Diperbolehkan, PKS: Kebijakannya Sekedar Tebar Pesona!

SinPo.id - Belum juga efektif dilaksanakan ternyata kebijakan larangan ekspor CPO yang disampaikan Presiden Joko Widodo, pekan lalu, direvisi Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Menurut Airlangga, Pemerintah tetap akan mengizinkan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Sementara yang dilarang ekspor adalah bahan baku minyak goreng sawit, yakni refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, menyebut kebijakan Presiden Jokowi soal larangan ekspor CPO masuk angin.
Seperti yang diperkirakan sebelumnya oleh Mulyanto, kebijakan ini tidak akan bertahan lama karena kuatnya tekanan yang dihadapi pemerintah. Tekanan yang dimaksud bukan hanya dari kalangan pengusaha tapi juga dari negara-negara tujuan ekspor.
"Memalukan. Belum juga dilaksanakan, kebijakan ini sudah ditafsirkan secara berbeda oleh anak buahnya. Dan ini bukan kejadian pertama. Sebelumnya, dalam kasus larangan ekspor batu bara, terjadi pula pembatalan kebijakan dalam waktu sepekan. Kalau dibiarkan seperti ini bisa kacau penyelenggaraan negara," ujar Mulyanto, dalam keterangannya, Rabu (27/4).
Mulyanto menambahkan, bila sekarang tafsir obyeknya menyempit dari CPO menjadi RBD. Karena RBD adalah turunan dari CPO, besok berikutnya patut diduga, periode waktu kebijakannya yang akan menyempit menjadi hanya beberapa pekan atau hari saja. Penyempitan objek larangan ekspor dan masa berlaku kebijakan ini akan membuat tidak efektif.
Menurut Mulyanto, kebijakan Pemerintah terkait larangan ekspor migor yang terkesan bombastis ini hanyalah gertak sambal saja. Bukan kebijakan yang prudent berbasis riset.
"Sehingga tertangkap sebagai kebijakan yang sekedar “tebar pesona”, yang tidak sungguh-sungguh untuk membangun tata niaga migor yang berpihak kepada rakyat," jelasnya.
Mulyanto minta Pemerintahan Jokowi berhenti bermain-main dengan kebijakan seperti ini. Berdayakan para ahli dan lembaga riset yang ada untuk merumuskan kebijakan yang seksama berbasis riset yang handal (research based policy).
"Sudah selayaknya ke depan, tata niaga migor ini tidak dilepas pada mekanisme pasar murni. Tetapi dikembalikan pada semangat konstitusi, yang menghajatkan peran negara. Negara harus hadir untuk menata niaga migor, sehingga pengaturannya betul-betul memihak rakyat, bukan membela investor dan para konglomerat," tandasnya.