Kontraktor Wajib Setor Fee 16,5 Persen! Bupati Nonaktif Langkat Bakal Murka Jika Kurang

Laporan: Samsudin
Kamis, 07 April 2022 | 11:16 WIB
Bupati nonaktif Langkar, Terbit Rencana Perangin Angin/net
Bupati nonaktif Langkar, Terbit Rencana Perangin Angin/net

SinPo.id - Sidang kasus korupsi Bupati Noaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dengan terdakwa Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin, mengungkap fakta mencengangkan.

Dalam dakwaan jaksa KPK, Terbit Rencana akan melampiaskan kemarahanya jika setoran fee proyek kurang dari 16,5 persen. Pasalnya, Terbit yang juga menjadi tersangka kasus kerangkeng manusia itu sudah mematok fee 16,5 persen.

"Terbit Rencana Perangin Angin akan marah dan perusahaan tersebut tidak akan mendapatkan paket pekerjaan lagi," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zaenal Abidin saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebelumnya.

Menurut jaksa, perusahaan yang bakal menggarap proyek sudah ditentukan lewat kongkalikong yang melibatkan Terbit. Termasuk perusahaan milik Muara.
 
Perusahaan-perusahaan itu disebut sebagai Group Kuala. Mereka mendapat jatah menggarap paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.

Perusahaan tersebut terdiri dari orang-orang kepercayaan Terbit. Yakni, kakak kandung terbit Iskandar Perangin Angin serta kontraktor Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. 
 
"Semua Perusahaan Group Kuala mendapatkan point tinggi dan memberikan harga penawaran yang terbaik dibandingkan perusahaan-perusahaan lain di luar Perusahaan Group Kuala," ujar jaksa.

Muara Perangin Angin didakwa menyuap Terbit Rencana Perangin Angin sebesar Rp572 juta. Uang itu diberikan untuk memuluskan perusahaan Muara memenangkan paket pekerjaan di Dinas PUPR serta Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2021.
 
Paket pekerjaan juga diberikan kepada perusahaan lain yang dikendalikan Muara. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama sejumlah pihak yakni, Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. 
 
Muara didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI