Apakah Kinerja DPR RI Dilihat Dari Kuantitas, Bukan Kualitas?
Yogyakarta, sinpo.id - Fungsi DPR RI memang salah satunya adalah fungsi Legislasi. Semangatnya untuk merancang UU sangat luar biasa, apakah ini kebutuhan atau daftar keinginan saja, kita tidak tahu. Mengevaluasi RUU seringkali hanya judul saja tanpa melihat visi Indonesia di tahun 2025, pembentukan Hukum Indonesia harus mengarah pada visi tanah air tercinta kita ini.
Workshop yang dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Yogyakarta pada hari Rabu kemarin (6/9/2017), guna membangun komitmen bersama para pembentuk UU dalam mencapai target legislasi nasional.
Apakah benar kinerja DPR RI hanya diukur oleh banyaknya legislasi atau UU yang dihasilkan (kuantitas)?
Pada tahun 2017 ada 49 RUU ( 31 DPR + 3 DPD+ 15 Pemerintah). Dengan waktu yang tinggal 1,5 tahun ini, dan tahun 2018 sudah memasuki tahun politik, maka diperlukan komitmen antara DPR, DPD dan Pemerintah untuk menyelesaikan Prolegnas tahun 2015-2019.
Marlinda Irwanti Poernomo selaku Anggota Baleg mengatakan, bahwa ia berharap adanya konsensus satu sama lain dalam membuat suatu kebijakan dan kebijakan tersebut guna menyejahterakan rakyat Indonesia.
“Kita berharap ada konsesus, penyamaan persepsi dan komitmen bersama agar pembuatan UU tidak terjadi benturan karena ego sektoral yang tinggi. Supaya bisa diukur atau dianalisi dampak regulasi UU untuk kesejahteraan rakyat, seperti apa yang diinginkan Bapak Presiden bahwa keberpihakan kebijakan yang telah dibuat agar diarahkan pada rakyat,” tuturnya melalui pesan singkat kepada sinpo.id
Beliau juga berharap, RUU yang diusulkan Prolegnas RUU prioritas tahun 2017 dan telah memenuhi persyaratan, agar dipercepat untuk memberikan cost benefit disertai naskah yang terukur dampaknya bagi kesejahteraan rakyat.
“Saya berharap dengan adanya komitmen dan kesepakatan, penyelesaian RUU yang diusulkan Prolegnas RUU prioritas tahun 2017 dan telah memenuhi persyaratan subtantif maupun teknis, agar segera diajukan cost benefit analisis dengan naskah akademis yang kuat dan terukur dampaknya atau analisi dampak bagi kesejahteraan rakyat. Kemudian, ada rentang waktu yang telah disepakati bersama dan adanya political wisdom agar regulasi tersebut tidak bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang sudah berjalan, produk UU juga tidak melupakan bahwa kita sudah memasuki era globalisasi, supaya tidak mudah digugat di MK,” tutup Politisi Golkar ini.

