Kritisi Tunda Pemilu, Ketua DPD RI: Rakyat Masih Diam, Tapi Kalau Kelewatan Bisa Pecah Revolusi Sosial
SinPo.id - Usulan penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan belum ditanggapi rakyat Indonesia lapisan bawah secara menyeluruh.
Tetapi bukan berarti rakyat, sebagai pemilik kedaulatan dan pemilik negara ini akan setuju dengan usulan dalih Indonesia masih dalam situasi Pandemi dan kesulitan anggaran.
“Sekarang mungkin rakyat masih diam, masih punya batas kesabaran melihat tingkah pola elite politik. Tapi kalau sudah kelewatan, bisa pecah revolusi sosial. Pemilik negara ini bisa marah dan para elit politik bisa ditawur oleh rakyat,” kata Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti dalam keterangannya, Selasa (29/2).
Sebab, kata LaNyalla, satu-satunya sarana bagi rakyat untuk melakukan evaluasi atas perjalanan bangsa hanya melalui Pemilu 5 tahunan. Ini karena sistem hasil Amandemen hanya memberi ruang itu.
“Itu pun rakyat sudah dipaksa memilih calon pemimpin yang terbatas, akibat kongsi partai politik melalui presidential threshold. Lalu sekarang cari akal untuk menunda Pemilu. Ini namanya sudah melampaui batas. Dan Allah SWT melarang hamba-Nya melampaui batas,” tuturnya.
LaNyalla menekankan, rakyat sebagai pemilik negara bukan orang yang tidak mengerti. Mereka sangat punya kearifan berpikir. Bahkan dengan logikanya, rakyat mengatakan, kalau tidak punya anggaran, kenapa yang ditunda bukan pembangunan IKN?
Lagipula, lanjut LaNyalla, para elit politik kita seharusnya tidak memberi masukan yang menjerumuskan kepada Presiden. “Kasihan Pak Jokowi, beliau kan sudah pernah menyatakan menolak tiga periode dan tidak mau diperpanjang. Rakyat masih ingat itu.”
“Sudahlah, kita tidak boleh menjalankan negara ini dengan suka-suka, apalagi ugal-ugalan dengan melanggar Konstitusi, atau mencari celah untuk mengakali Konstitusi. Saya berulang kali mengajak semua pihak untuk berpikir dalam kerangka Negarawan,” katanya.
Senator asal Jawa Timur ini pun mengingatkan bahwa sistem Demokrasi Pancasila yang asli, sebelum dilakukan Amandemen, adalah yang paling cocok untuk Indonesia, dimana di dalam MPR sebagai Lembaga Tertinggi terdapat representasi partai politik, TNI-Polri, Utusan Daerah dan Utusan Golongan, untuk sama-sama merumuskan Haluan Negara dan memilih Mandataris MPR untuk menjalankan.

