Herman Khaeron Sayangkan Disharmoni Direksi Dan Serikat Pekerja Pertamina

Laporan: Samsudin
Jumat, 24 Desember 2021 | 09:46 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron/net
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron/net

SinPo.id - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyayangkan adanya disharmonisasi hubungan Direksi dan Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Menurut Herman, permasalahan tersebut harus bisa diatasi agar tidak menjadi boomerang buat Pertamina.

Diketahui, FSPPB mengancam akan melakukan aksi mogok kerja pada dua waktu yang berbeda, yakni 29 Desember 2021 dan 7 Januari 2022. Mereka mengklaim melancarkan aksi mogok kerja dilakukan oleh seluruh pekerja Pertamina Group di seluruh wilayah.

“Semestinya Serikat Pekerja Pertamina bisa duduk barsama dengan direksi dan menyampaikan tuntutanya secara baik-baik kepada direksi pertamina, dan tidak perlu mangambil upaya dengan mengancam untuk mogok kerja karena akan memperkeruh keadaan dan mengganggu kinerja pertamina secara koorporasi,” ungkap Herman Khaeron dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi SinPo.id, Jumat (24/12).

Herman Khaeron menegaskan, ada kepentingan yang lebih besar kedepan bagaimana mewujudkan pertamina menjadi BUMN yang kuat dan kontributif bagi rakyat, bangsa, dan negara.

“Tentu kita tahu bahwa Pekerja adalah instrumen penting dalam sistem perusahaan, oleh karenanya kinerja perusahaan akan sangat ditentukan oleh kinerja pekerjanya,” katanya.

Namun, lanjut politisi Demokrat itu, Direksi juga sebagai pimpinan dan pengatur jalanya roda perusahaan memiliki kewenangan dan menentukan arah kebijakan koorporasi.

“Harus harmoni keduanya,” imbuhnya.

Lanjut Herman Khaeron, ia menghargai aspirasi dan tuntutan serikat pekerja pertamina, tetapi harus dipahami bahwa kebijakan pertamina sebagai BUMN tidak terlepas dari kebijakan pemerintah.

“Dan saya memahami apa yang terjadi di dalam. Oleh karenanya, duduklah bersama dan janganlah karena ada tuntutan yang belum direalisasi menuntut direksi dipecat,” tuturnya.

“Kita pasti tahu bahwa segala pergerakan serikat pekerja biasanya sangat berpengaruh terhadap stabilitas dan kredibilitas perusahaan, dan jangan sampai menjadi boomerang. Maksudnya untuk kebaikan pekerja, tetapi dampak eksternalnya menjadi tidak baik,” tegasnya.

Diketahui, ancaman aksi mogok kerja ini ditengarai oleh tidak tercapainya kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di tubuh Pertamina antara pengusaha dengan pekerja yang diwakili oleh FSPPB.

Presiden FSPPB Arie Gumilang mengatakan, selain itu, serikat pekerja menilai tidak ada itikad baik dari Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk membangun hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Sehingga, dalam tuntutannya serikat pekerja mendesak untuk mencopot Direktur Utama dari jabatannya.

Aksi mogok kerja dan tuntutan ini merupakan bentuk kekecewaan atas diabaikannya tuntutan serikat pekerja kepada Menteri BUMN untuk menanggalkan jabatan Direktur Utama yang saat ini diemban oleh Nicke Widyawati.

"Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagai organisasi pekerja PT Pertamina (Persero) meminta Menteri BUMN dengan segala otoritasnya untuk mencopot Ibu Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero)," tegas Surat Permohonan Pencopotan Direktur Utama kepada Menteri BUMN, Jumat (10/12).

Namun demikian, FSPPB mengatakan aksi mogok kerja dapat dihentikan sebelum jangka waktu yang ditetapkan apabila tuntutan telah dipenuhi atau apabila perusahaan bersedia melakukan perundingan dengan serikat pekerja.

FSPPB menyebut aksi mogok kerja tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 137 dan pasal 140 yang mengatur tentang mogok kerja.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI