Pakar Gizi: Gerakan Generasi 170 Secara Science Dan Teknis Sangat Mungkin

Laporan: Samsudin
Kamis, 23 Desember 2021 | 09:25 WIB
Partai Gelora resmi luncurkan 'Gerakan Gelorakan GEN 170'/ist
Partai Gelora resmi luncurkan 'Gerakan Gelorakan GEN 170'/ist

SinPo.id - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan dapat memahami, bahwa isu-isu yang diangkat Partai Gelora menjadi sebuah program kampanye sangat tidak populer di masyarakat dan tidak seksi untuk menjadi konsumsi pemberitaan di media.

"Teman-teman media sering bertanya kepada saya, kenapa Partai Gelora selalu mengangkat isu yang sangat tidak populer dan tidak seksi secara media seperti juga isu stunting ini, sebelumnya soal isu lingkungan," kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Launching Gerakan Gelorakan GEN 170, Ibu Sehat Bayi Hebat di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, Rabu (22/12) petang.

Menurut Anis Matta, sejak awal ia sudah menyadari isu yang diangkat Partai Gelora tidak seksi untuk konsumsi media. Namun, dia ingin mengatakan bahwa, pendirian partai politik seharusnya tidak semata bertujuan untuk merebut kursi kekuasaan, tetapi juga harus bisa melakukan perubahan di masyarakat. 

"Karena itu, setiap agenda yang kita tempatkan di agenda prioritas, selalu dimulai dengan program literasi seperti yang kita lakukan sebelumnya, dengan gerakan menanam 10 juta pohon," katanya.

"Dan saya bahagia hari ini, telah mendapatkan konfirmasi scientific, bahwa program Gerakan GEN 170 ini secara  scientific, possible (mungkin). Kita ingin gerakan wakaf ini menjadi bismarck (karakter) dari Partai Gelora. Gerakan-gerakan ini yang kita lakukan," katanya.

Anis Matta berharap program gerakan GEN 170 ini dapat mendorong political will pemerintah untuk mengintervensi nutrisi dan gizi masyarakat guna meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk pemberian nutrisi kepada ibu hamil, bantuan kelahiran, bantuan nutrisi untuk bayi dan makan siang gratis bagi anak sekolah hingga jenjang SMA.

Alokasi anggaran tersebut, kata Anis Matta, dimungkinkan tinggal kemauan politik (political will) dari pemerintah untuk menjadikannya sebagai kebijakan publik.

"Kalau ingin menghilangkan stunting, serta menjadikan manusia Indonesia kuat dan unggul  dengan tinggi badan 170, maka negara harus mengintervensi dengan memberikan nutrisi kepada ibu hamil, bantuan kelahiran, bantuan nutrisi 1.000 hari pertama pada bayi dan bantuan makan siang untuk anak sekolah hingga SMA," katanya.

Guru Besar Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Prof Dr. drg Sandra Fikawati, MPH mengatakan, masalah stunting ini harus diperjuangkan secara bersama-sama untuk diatasi. Sebab, stunting tidak hanya sekedar masalah tinggi badan, tetapi juga menurunkan kemampuan kognitif dan kecerdasan.

"FKM UI sudah melakukan penelitian soal ini, masalah stunting sangat penting untuk diperjuangkan bersama. Dari hasil kajian FKM UI, yang harus diperjuangkan bukan hanya nutrisi pada bayi saja, tetapi juga nutrisi pada remaja," kata Fikawati.

Fikawati menilai, nutrisi pada bayi seharusnya diberikan pada 8.000 hari pertama, bukan 1.000 hari berdasarkan hasil penelitian FKM UI.

"Masalah stunting ini, penyakit karena tidak cukup gizi dan kurang cukup makan. Generasi 170 ini, generasi optimis dan realitis, saya senang dengan program ini. Soal stunting ini, bukan hanya nutrisi 1.000 hari pertama yang diperhatikan, perlu ditambah lagi 7.000 hari lagi," kata Guru Besar Gizi Masyarakat FKM UI Ini.

Hal senada disampaikan Ahli Imunologi, dr Rina Adeline, Sp. MK, M. Kes, ABAARM. dr Rina mengatakan, asupan gizi, serta  vitamin D dan VDR (Vitamin D Resepter) berperan untuk menggantikan sel-sel yang rusak pada saluran pencernaan dan otak.

"Jika saluran pencernaan terjadi kebocoran, maka otak kita bisa terganggu, sehingga terjadi autoimun, malnutrisi dan menyebabkan stunting. Stunting itu terjadi akibat gangguan gizi kronik, selain dipicu gangguan lingkungan seperti polusi," kata dr Rina Adeline.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI