Mencemaskan! Pemerintah Diminta Tak Entengin Hengkangnya Investor Migas
SinPo.id - Kerugian besar akan dialami Indonesia apabila Pemerintah menganggap enteng dan lambat bersikap atas hengkangnya investor kakap minyak dan gas (migas).
Target lifting migas satu juta barel perhari di tahun 2030 hanya tinggal rencana, pendapatan negara terancam anjlok dan Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor migas.
Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto, atas hengkangnya beberapa perusahaan migas dari Indonesia.
"Mereka memilih tidak meneruskan operasional di wilayah kerja Indonesia dan lebih memilih berinvestasi di negara lain," ujar Mulyanto di Jakarta, Kamis (16/12).
Mulyanto meminta Pemerintah tidak menutup mata dan menganggap enteng persoalan ini. Bagi Mulyanto, masalah ini sangat serius karena akan berdampak luas.
"Kalau kondisi ini terus berlanjut, maka penerimaan negara dari sektor migas akan terancam merosot. Sementara net impor migas akan semakin tinggi. Sedang target satu juta barel minyak per hari di tahun 2030 tinggal menjadi mimpi. Ini adalah kondisi yang tidak kita inginkan," kata Mulyanto.
Pemerintah, menurut Mulyanto, harus ekstra kerja keras mencari jalan keluar. Jangan sampai kita terlanjur dinilai sebagai negara yang tidak menarik bagi tujuan investasi sektor migas.
"Harus diakui, akibat kuatnya isu perubahan iklim, bisnis migas memasuki fase senja kala. Konsekuensinya, kompetisi bagi investasi di sektor migas semakin ketat," jelasnya.
Dia mengungkapkan kompetisi itu bukan hanya terjadi antarnegara penghasil migas yang satu dengan lainnya, tetapi juga antara bisnis migas dengan bisnis energi baru-terbarukan.
"Tren perusahaan migas yang bertransformasi menjadi perusahaan energi semakin marak," ungkapnya.
Sementara itu, lanjut Mulyanto, tingkat risiko bisnis migas dirasakan semakin tinggi. Selain karena faktor Covid-19 juga dalam hal-hal tertentu terkait dengan “perang” perebutan sumber daya alam seperti sekarang ini yang nampak di Laut China Selatan, di mana manuver China telah mengganggu keamanan aktivitas penambangan migas kita di sana.
"Ke depan Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret terkait pembangunan iklim investasi khususnya di sektor migas ini, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk, insentif fiskal, kemudahan berinvestasi, serta kepastian hukum," tuturnya.
Lebih lanjut, menurutnya dari sisi kelembagaan, Pemerintah perlu serius memikirkan nasib Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, yang sudah hampir 10 tahun menjadi lembaga yang bersifat sementara di bawah Kementerian ESDM.
"Sesuai hasil keputusan MK perlu revisi UU Migas terkait Kelembagaan Hulu Migas ini," tutupnya.
Diketahui, ConocoPhillips hengkang dari Blok Corridor (Corridor PSC), Sumatra Selatan pada tanggal 8 Desember 2021 lalu, dan pindah ke Australia.
Sebelumnya Royal Dutch Shell Shell dilaporkan melepas 35 persen sahamnya di Blok Masela. Kemudian Chevron menyatakan menarik diri dari proyek Deep Water Development (IDD), Kalimantan Timur setelah menyerahkan Blok Rokan kepada Pertamina.

