Pengamat Hukum Tata Negara : UU Pemilu Inkonstitusional
sinpo - Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan bahwa penetapan presidential threshold (PT) 20%-25% dalam UU Pemilu tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem presidensial selain telah melanggar konstitusi
“Ambang batas ini jelas jelas pelanggaran konstitusi Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 bahwa hak setiap parpol peserta pemilu mengusulkan pasangan capres,” ujarnya.
Menurut Irman, syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan presiden membuat presiden yang berkuasa tersandera oleh parpol koalisi, sehingga justru melemahkan kekuasaannya. Artinya, PT ingin melanggengkan fenomena "kawin paksa” capres mengingat hak setiap parpol sebagai peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden telah dilanggar.
“Dengan cara ini pilihan pasangan calon akan semakin mempersempit menu prasmanan capres dari setiap parpol,” ujarnya.
Bukan hanya itu, parpol yang memperoleh kursi di DPR pada pemilu 2014 tidak serta merta mendapatkan kursi lagi pada pemilu 2019, sehingga intensi penguatan presidensial tidak linear terjadi alias bertentangan dengan dirinya sendiri (contra legem), ujarnya.
“Dengan cara ini presiden tidak saja tersandera, tapi juga melemahkan kekuasaannya meski sudah dipilih oleh rakyat. Oleh karenanya ambang batas ini adalah inkonstitusional,” tutupnya.

