Rangkap Jabatan Rektor UI, Fraksi PKS: Pemerintah Sedang Menantang Publik

Laporan: Lilis
Rabu, 21 Juli 2021 | 16:40 WIB
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini/Net
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini/Net

SinPo.id - Publik sempat dihebohkan dengan Rektor Universitas Indonesia (UI) yang rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI yang bertentangan dengan Statuta UI. Namun di luar dugaan, pemerintah justru mengeluarkan PP Statuta UI yang baru (PP 75 Tahun 2021). 

Dalam aturan baru tersebut terdapat perubahan aturan yang sebelumnya rektor dan pejabat kampus lainnya dilarang merangkap sebagai pejabat pada BUMN/BUMD maupun swasta, kata 'pejabat' diubah menjadi 'direksi'. Itu artinya rektor UI bisa menjabat sebagai komisaris.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Jazuli Juwaini menilai kebijakan Pemerintah mengeluarkan Statuta UI terbaru seperti sedang menantang publik yang mengkritik praktek rangkap jabatan rektor UI. 

"Rupanya praktek yang sama juga berlaku di beberapa kampus. Belum jelas ujung pangkal kritik tersebut, pemerintah justru membuka ruang praktek rangkap jabatan komisaris dengan menerbitkan PP Statuta UI yang baru. Ini kan namanya akal-akalan aturan. Dimana etikanya?," kata Jazuli dalam keterangan tertulis yang diterima SinPo, Rabu (21/7). 

Menurut Jazuli, Statuta UI yang baru merupakan preseden buruk bagi independensi akademik. Ia menyebut, rangkap jabatan rektor dengan jabatan yang tidak ada kaitan dengan dunia akademik akan merusak upaya memajukan pendidikan tinggi. Selain itu, ia menuturkan bahwa secara teknis sudah pasti kerja Rektor dengan beban tanggung jawab yang sudah berat menjadi tidak fokus, kecuali memang ada motif rente dan politis dibalik rangkap jabatan tersebut.

"Alih-alih mengejar kualitas akademik dan menjadikan kampus UI sebagai universitas kelas dunia atau world class university, rangkap jabatan Rektor justru menjadi sumber masalah dan merusak upaya memajukan kualitas pendidikan. Bagaimana kampus-kampus kita bisa maju kalau begini prakteknya?," ucap Jazuli.

Jazuli menyatakan, jabatan komisaris BUMN di Indonesia identik dengan kepentingan politik sebagai politik balas jasa dan oligarki penguasa.  

Anggota Komisi I DPR ini menghawatirkan Rektor yang rangkap jabatan akan menyeret kampus pada kepentingan politik sempit yang akhirnya bias kepentingan dan sudah pasti mengancam independensi akademik.

"Kalau sudah begitu dunia akademik tidak bisa leluasa alias 'ewuh pakewuh' mengkritik pemerintah. Sebaliknya pemerintah merasa bisa mengontrol kampus termasuk dalam hal kebebasan berpendapat di dunia akademik. Contohnya jelas, seperti yang terjadi pada BEM UI--dan juga BEM di beberapa kampus yang dipanggil dan diperingatkan rektorat karena sikap kritisnya pada Presiden dan pemerintah. Janganlah pemerintah justru melanggengkan praktek yang mundur dalam demokrasi dan akademik ini," tuturnya.sinpo

Komentar: