Lakpesdam PBNU Desak Presiden Jokowi Batalkan TWK Pegawai KPK

Polemik Tes ASN KPK

Oleh: Agam
Sabtu, 08 Mei 2021 | 22:25 WIB
Presiden Jokowi./Instagram/@jokowi
Presiden Jokowi./Instagram/@jokowi

SinPo.id, Jakarta - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokwoi) untuk membatalkan hasil tes wawasam kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam siaran persnya, Lakpesdam juga mendesak Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran yang lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang diwawancarai.

Selain itu, Lakpesdam juga mendesak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Tjahjo Kumolo untuk mengembalikan TWK terhadap para calon ASN sebagai uji nasionalisme dan komitmen bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bukan sebagai screening dan Litsus zaman Orde Baru atau mihnah zaman Khalifah Abbasyiyah.

Beberapa desakan di atas bukan tanpa alasan, Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad menilai, pelaksanaan TWK terhadap ribuan pegawai KPK cacat etik, moral dan melanggar hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD 45. Ini mencermati cerita-cerita dari pegawai KPK yang diwawancarai terkait cara, materi, dan durasi waktu wawancara yang berbeda-beda.

"Tampak terdapat unsur kesengajaan untuk menarget pegawai KPK yang diwawancarai. Di sinilah, wawancara TWK tampak sebagai screening atau Litsus zaman Orde Baru atau mihnah pada masa khalifah Abbasiyah," kata Rumadi dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, (8/5).

Menurut Rumadi, TWK akhirnya tampak digunakan untuk mengeluarkan dan menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang berseberangan dengan penguasa dan mengancam pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan korupsi yang ditangani KPK. Jika ini terjadi, maka ini adalah ancaman yang sangat serius terhadap pelemahan dan pelumpuhan KPK yang justru dilakukan oleh pihak internal KPK dan Pemerintah sendiri.

Pelemahan dan pelumpuhan KPK hanya akan berdampak pada kerusakan dan penurunan kualitas hidup kita sebagai bangsa, karena korupsi adalah musuh terbesar hari ini. Korupsi hanya bisa dibasmi oleh lembaga KPK yang berisi orang-orang yang independen, kompeten dan berkomitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi, dan memiliki komitmen bernegara yang tidak diragukan lagi.

Pengeluaran dan penyingkiran pegawai KPK berdasarkan TWK yang cacat ini hanya akan menorehkan stigmatisasi dan diskriminasi di kemudian hari. Ini tidak boleh terjadi karena akan melukai kemanusiaannya dan jati dirinya sebagai warga negara. Kecuali pegawai KPK jelas-jelas terbukti melawan ideologi Pancasila, melanggar komitmen berbangsa dan bernegara yang berdasarkan UUD 1945, NKRI, dan Bineka Tunggal Ika, maka tindakan tegas harus diberlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai informasi, pada 18 Maret-9 April 2021, KPK telah melakukan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawainya. Tes ini dilakukan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Guna memperoleh ASN yang nasionalis dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi, pelaksanaan TWK tentu sangat bisa dipahami. Apalagi jika pertanyaan-pertanyaan TWK benar-benar menguji implementasi nilai-nilai Pancasila dan norma-norma UUD 1945, serta komitmen terhadap NKRI dan Bineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan pekerjaannya dalam memberantas korupsi. ASN memang harus diisi oleh segenap warga negara yang tidak diragukan lagi komitmennya terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bineka Tunggal Ika.

Namun, kenyataan TWK kemarin terhadap 1.351 pegawai KPK justru menunjukkan hal yang aneh, lucu, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Sebagai contoh, terdapat sejumlah pewawancara yang menanyakan kepada sejumlah pegawai KPK dengan pertanyaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, yaitu mengapa umur segini belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau enggak jadi istri kedua saya? Kalo pacaran ngapain aja? Kenapa anaknya sekolah di Sekolah Islam (SDIT)? Kalau sholat pakai qunut gak? Islamnya Islam apa? dan bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?sinpo

Komentar: