Aspebindo: Rantai Pasok Energi Bukan Sekadar Komoditas, tapi Instrumen Kedaulatan Negara
SinPo.id - Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira menegaskan, penguatan rantai pasok energi tak boleh lagi dipandang sebagai isu teknis logistik semata, melainkan sebagai fondasi utama kedaulatan negara.
"Cara pandang terhadap rantai pasok harus berubah total. Energi adalah darah bagi perekonomian," kata Angga dalam acara Indonesia Energy Outlook 2026 di The Westin Jakarta, dikutip Jumat, 19 Desember 2025.
Angga menjelaskan, ASPEBINDO melihat rantai pasok ini dalam tiga dimensi strategis. Pertama, sebagai penjamin ketahanan energi nasional yang memastikan ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesibilitas bagi rakyat.
Kedua, sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, di mana efisiensi biaya energi akan menentukan apakah industri bisa bersaing di pasar global atau tidak. Ketiga, sebagai instrumen kedaulatan untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam geopolitik.
Namun, Angga juga mengingatkan empat tantangan besar (Key Challenges) yang akan dihadapi Indonesia pada 2026. Berdasarkan kajian ASPEBINDO, tantangan tersebut datang dari faktor eksternal dan internal yang saling berkaitan.
"Tahun 2026 kita menghadapi tekanan berlapis. Secara global, terjadi fragmentasi rantai pasok akibat konflik geopolitik yang mengganggu rute perdagangan energi tradisional. Di dalam negeri, kita masih berkutat dengan kesenjangan infrastruktur atau infrastructure gaps. Konektivitas antarwilayah yang belum merata menyebabkan biaya logistik energi kita menjadi salah satu yang termahal di kawasan," ujarnya.
Selain masalah infrastruktur fisik, Anggawira menyoroti tekanan transisi energi yang berhadapan dengan realitas kebutuhan energi fosil, serta masalah ketidakpastian regulasi yang kerap menghambat investasi.
"Kita didesak untuk segera beralih ke investasi hijau, namun di saat yang sama dominasi energi fosil masih sangat kuat untuk menopang beban dasar (baseload). Tarik-menarik kepentingan ini seringkali diperparah oleh ketidakpastian regulasi. Inkonsistensi kebijakan adalah musuh utama investasi jangka panjang. Investor butuh aturan main yang tidak berubah-ubah di tengah jalan," tukasnya.
