BKSAP DPR: Diplomasi Parlemen Jadi Instrumen Strategis Perkuat Posisi Indonesia

Laporan: Galuh Ratnatika
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48 WIB
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat. (SinPo.id/Dok. DPR RI)
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat. (SinPo.id/Dok. DPR RI)

SinPo.id - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menegaskan pentingnya diplomasi parlemen untuk memperkuat posisi Indonesia di tengah konflik global, rivalitas kekuatan besar, dan krisis kemanusiaan yang terus berkembang.

Menurutnya, Indonesia juga dapat menjalankan Diplomasi politik luar negeri melalui jalur Parlemen. Khususnya melalui BKSAP yang secara aktif membangun komunikasi antar-parlemen, memperjuangkan kepentingan nasional, serta mengawal arah kebijakan luar negeri pemerintah.

Terlebih, BKSAP juga secara aktif mengangkat sejumlah isu internasional sebagai studi kasus diplomasi parlemen. Isu-isu tersebut meliputi Palestina, konflik Sudan dan krisis Yaman, serta dinamika Timur Tengah yang melibatkan berbagai aktor kawasan, termasuk Uni Emirat Arab (UEA).

Tak hanya itu, BKSAP juga menegaskan sikap konsisten Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina serta mendorong penyelesaian damai konflik Sudan dan Yaman melalui gencatan senjata, dialog politik, dan mekanisme multilateral.

“Indonesia tidak boleh menjadi objek tarik-menarik kepentingan. Kita harus menerapkan hedging diplomacy terbuka bekerja sama, tetapi tidak menjadi alat geopolitik pihak mana pun,” kata Syahrul, dalam keterangan persnya, dikutip Jumat, 19 Desember 2025.

Selain isu global, BKSAP menempatkan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agenda politik luar negeri nasional. Terutama untuk memperkuat perlindungan bagi pekerja migran yang rentan penipuan, perdagangan manusia, dan deportasi paksa.

Terakhir, Syahrul menyoroti ancaman perubahan iklim dan kebencanaan, termasuk banjir besar di Sumatera. Ia menilai diplomasi Indonesia harus memasukkan agenda climate diplomacy dan humanitarian diplomacy, mulai dari teknologi satelit hingga pendanaan mitigasi global.

"Diplomasi Indonesia ke depan harus memperkuat posisi sebagai pemimpin Global South, berorientasi pada perlindungan rakyat, serta memastikan kerja sama luar negeri memberi manfaat nyata bagi ketahanan energi, pangan, pertahanan, teknologi, dan ruang siber," tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI