Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektare Kebun Sawit Ilegal di Kawasan Konservasi
SinPo.id -
Tim gabungan Balai Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Gakkum Kemenhut) Wilayah Sumatra, bersama Balai Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS),
memusnahkan tanaman kelapa sawit ilegal seluas kurang lebih 98,8 hektare yang berada di dalam kawasan konservasi. Operasi bersama ini berlangsung sejak 4 hingga 10 Desember 2025.
"Kami mengapresiasi atas sinergi yang terjalin, penanganan kasus ini merupakan wujud nyata kolaborasi antara Gakkum Kehutanan dan Balai Taman Nasional Berbak Sembilang dalam menjaga integritas kawasan hutan di Provinsi Jambi," kata
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, dalam keterangannya, Rabu, 17 Desember 2025.
Hari menjelaskan, operasi pemulihan kawasan ini melibatkan 51 personel gabungan yang terdiri dari Balai TNBS, Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Polri, TNI, unsur kecamatan, desa setempat serta Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Kolaborasi lintas sektoral ini dilakukan guna memastikan kegiatan berjalan efektif, aman, dan mematuhi standar pengamanan kawasan konservasi.
Lokasi penertiban dipusatkan di Resor Sungai Rambut SPTN Wilayah I, yang secara administratif terletak di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kawasan ini diketahui telah mengalami perambahan masif dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dalam dua tahun terakhir.
"Saya telah memerintahkan Penyidik Gakkum untuk terus mengembangkan kasus ini secara intensif, guna mengejar pihak-pihak lain termasuk pemodal yang terlibat dalam aktivitas jual beli lahan kawasan hutan dan perambahan di TNBS. Sebelumnya penyidik Gakkum Kehutanan juga telah memproses hukum dua orang tersangka terkait aktivitas ilegal di lokasi tersebut, yang saat ini kasusnya masih dalam tahap penyidikan," tegas Hari.
Sementara itu, Komandan Brigade Mako Jambi, Beth Venri menegaskan, tindakan pemusnahan ini dilakukan secara terukur menggunakan chainsaw, parang, dodos, serta aplikasi bahan pengering tanaman untuk mematikan sawit ilegal yang rata-rata berusia satu hingga dua tahun.
Beth menyampaikan, penegakan hukum ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang melarang keras penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. Ancaman pidana bagi pelaku perambahan hutan adalah penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp 7,5 miliar. Selain itu, kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan juga melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ia melanjutkan, langkah tegas ini merupakan pesan serius bahwa negara tidak akan membiarkan perusakan ekosistem rawa gambut terus terjadi demi keuntungan sepihak. Sebab, Taman Nasional Berbak merupakan salah satu kawasan rawa gambut terpenting di Sumatra, dan menjadi habitat vital bagi beragam satwa liar dilindungi.
"Perambahan dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit ilegal tidak hanya merusak struktur ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sulit dikendalikan di lahan gambut," tegas Beth Venri.
