Petaka Bencana Sumatera

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 05 Desember 2025 | 06:57 WIB
Ilustrasi Banjir Sumatera (Wawan Wiguna/SinPo.id)
Ilustrasi Banjir Sumatera (Wawan Wiguna/SinPo.id)

Selain pengaruh Siklon Senyar yang diumumkan  BMKG, pegiat lingkungan meyakini penyebab banjir ekstrem dan longsor dipicu masifnya aktivitas industri ekstraktif, mulai tambang, perkebunan, dan energi.

SinPo.id -  Bencana banjir tanah longsor di provinsi  Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menimbulkan korban jiwa hingga lebih 1000 orang. Catatan badan nasional penanggulangan bencana atau BNPB hari Rabu 3 Desember, korban tewas akibat musibah tersebut  bertambah menjadi 770 jiwa, sedangkan yang belum ditemukan mencapai 463 jiwa.  

"Secara total korban meninggal yang tervalidasi 770 jiwa dan korban hilang yang masih dalam pencarian 463 jiwa," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam jumpa pers, Rabu 3 Desember 2025.

Tercatat korban meninggal di Aceh sebanyak 277 jiwa, di Sumatera Utara ada 299 jiwa, dan di Sumatera Barat ada 194 jiwa. “Sedangkan korban masih hilang di Aceh ada 193 jiwa, di Sumatera Utara ada 159 jiwa, dan di Sumatera Barat ada 111 jiwa,” ujar Muhari menambahkan.

Tak hanya korban jiwa, BNPB juga menyebut kerugian warga akibat rumah rusak di tiga provinsi tersebut mencapai 10.300 unit. Masing -masing 3.300 rumah rusak berat, 2.100 rumah rusak ringan, dan 4.900 rusak ringan. Sedangkan fasilitas umum seperti jembatan 45,48 persen mengalami kerusakan, fasilitas ibadah 20,21 persen, fasilitas pendidikan 32,92 persen, dan fasilitas kesehatan 1,38 persen.

“Sementara itu, jumlah penduduk yang terdampak mencapai 1,6 juta di Sumatera Utara, 1,5 juta di Aceh, dan 140.500 warga Sumatera Barat. Dengan demikian, total masyarakat di tiga provinsi yang terdampak bencana sebanyak 3,2 juta jiwa yang tersebar di 50 kabupaten,” tulis laporan pusat data informasi BNPB.  Muhari mengatakan, data itu per hari rabu 3 desmeber lalu dan masih terus diperbarui.

Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian akibat banjir di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh mencapai Rp 68,67 triliun. Angka ini mencakup kerusakan rumah penduduk, kehilangan pendapatan rumah tangga, rusaknya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan serta kehilangan produksi lahan pertanian yang tergenang banjir serta longsor.

"Secara spesifik Provinsi Aceh diproyeksi menderita kerugian Rp 2,2 triliun. Sumatera Utara diproyeksi kehilangan Rp 2,07 triliun dan Sumatera Barat Rp 2,01 triliun," kata Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara.

Dalam rincian yang disampaikan, kerugian rumah sebesar Rp30 juta per unit sementara biaya pembangunan kembali jembatan ditaksir mencapai Rp1 miliar per unit. Celios mencatat perbaikan jalan membutuhkan biaya Rp100 juta per 1.000 meter.

Kerugian ekonomi itu jauh lebih tinggi dibandingkan penerimaan Penjualan Hasil Tambang yang hanya Rp 16,6 triliun per Oktober 2025. sedangkan kerugian warga Aceh sampai Rp 2,04 triliun, atau jauh lebih tinggi dibanding Penerimaan Negara Bukan Pajak tambang Aceh sebesar Rp929 miliar per 31 Agustus 2025.

Catatan Celios jugamenyebutkan desa yang dikelilingi tambang lebih berisiko mengalami bencana ekologis dibanding desa non tambang. Dampak lainnya ialah akses air bersih, pencemaran tanah, pencemaran udara, banjir dan kebakaran lahan. Dengan kondisi itu Celios mendesak pemerintah memberlakukan moratorium izin tambang baru khususnya perluasan dan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perusahaan pemegang izin.

"Termasuk penagihan kewajiban reklamasi agar bencana tidak berulang. Pada sektor sawit, moratorium izin perkebunan menjadi solusi penting," kata Bhima menegaskan.

Sejumlah Faktor Pemicu Bencana

Bencana banjir bandang dan longsor itu menerjang 46 kabupaten di tiga provinsi di Sumatra padaakhir noveber 2025 itu disebabkan sejumlah faktor. Selain pengaruh Siklon Senyar yang diumumkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG, pegiat lingkungan meyakini penyebab banjir ekstrem dan longsor dipicu masifnya aktivitas industri ekstraktif, mulai tambang, perkebunan, dan energi di berbagai lokasi di Sumatera.  Hal itu dibuktikan temuan hamparan kayu gelondongan hanyut terseret bersama kuatnya laju banjir dan terjebak di tengah permukiman warga, sungai, danau, hingga bermuara ke pantai.

Peneliti senior Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi menyebut banjir bandang di tiga provinsi itu  dipicu perusakan hutan dan alih fungsi lahan di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS). Pernyataan Sapta itu merujuk data Kementerian Kehutanan, sebagian besar hutan di Sumatera Utara berubah menjadi perkebunan pertanian lahan kering serta hutan tanaman. Kondisi yang sama terjadi di Aceh dan Sumatera Barat selama periode 1990-2024.

“Mayoritas DAS di Pulau Sumatera telah kritis dengan tutupan hutan alam kini kurang dari 25 persen. Sedangkan secara keseluruhan kini tinggal 10 hingga 14 juta hektar hutan alam atau kurang dari 30 persen luas Pulau Sumatera yang 47 juta hektar," ujar  Sapta dalam pernyataan.

Sapta mencatat kerusakan terparah terjadi di DAS Batang Toru yang mencakup Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah. Dalam periode 1990 hingga 2022, deforestasi di DAS itu mencapai 70 ribu hektar atau 21 persen dari luas DAS. Saat ini, luas hutan alam yang tersisa sebesar 167 ribu hektar atau 49 persen dari luas DAS.

Menurut Sapta, total perizinan berbasis lahan dan ekstraktif mencapai 94 ribu hektar atau 28 persen. Sebagian besar berupa perizinan berusaha pemanfaatan hutan, wilayah izin usaha pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto, menyatakan kayu gelondongan yang ikut terbawa arus banjir di Sumatera berasal dari berbagai sumber. Termasuk sisa pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga penebangan liar. Hal itu disampaikan Dwi, merespons tudingan dirinya membantah banjir di Sumatera Utara bukan dikarenakan pembalakan liar.

"Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir," kata Dwi dalam keterangannya resmi.

Kemenhut sedang menelusuri dugaan pelanggaran dan memproses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku. Menurut Dwi,  kejahatan kehutanan mulai dipoles dengan berbagai motif yang salah satunya memanfaatkan skema pemegang hak atas tanah (PHAT).

 “Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya,” kata Dwi menjelaskan.

Ia mengaku akan menegakkan multidoors dengan menerapkan tindak pidan pencucian uang (TPPU) untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal.

Ketua MPR Ahmad Muzani juga menduga bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh akibat kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan.

"Kalau dilihat dari gambar-gambar, memang besar kemungkinan ada dampak dari kebijakan-kebijakan yang melakukan kerusakan terhadap lingkungan, sehingga akibatnya sampai sekarang kita rasakan," ujar Muzani, Jakarta, Senin awal Desember lalu.

Muzani mengatakan, kejadian bencana Sumatera ini harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam menata lingkungan agar bisa lebih baik lagi. Meski ini bukan waktu tepat untuk membicarakan evaluasi tersebut.

"Tapi saya harap bencana ini bisa menjadi pelajaran sangat penting bagi para pemangku dan pengambil kebijakan di bidang lingkungan agar ini segera ditangani,"  ujar Muzani menjelaskan.

Muzani mengaku telah melaporkan  mengenai bencana banjir dan longsor di Sumatera saat rapat dengan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa 2 Desember 2025 lalu. Presiden Prabowo juga sudah mengetahui penyebab bencana yang terjadi di Aceh, Sumut dan Sumba. Tercatat Presiden telah meninjau dampak kerugian akibat banjir dan longsor tiga provinsi tersebut.

"Presiden menceritakan hasil kunjungannya. Beliau melihat langsung musibah yang terjadi," kata Muzani menjelaskan.

Dalam kunjunganya, Presiden Prabowo  melihat langsung kerugian yang didapatkan akibat dari bencana tersebut. Termasuk berinteraksi langsung dengan pengungsi serta masyarakat yang terdampak akibat dari musibah tersebut.

“Beliau merasakan bagaimana beban berat yang dirasakan oleh masyarakat, termasuk beliau merasakan bagaimana warga yang terkasih, yang tersayang hilang, yang sampai sekarang belum ditemukan jasad dan jenazahnya,"  katanya.

Langkah Penanganan

Presiden Prabowo Subianto langsung mengunjungi sejumlah titik bencana di wilayah Aceh, Sumut dan Sumbar, sehari usai bencana melanda kawasan tersebut, Senin 1 Desember 2025. Presiden juga memberikan sejumlah arahan untuk penanganan bencana hingga tuntas.

Salah satu arahan agar segera mengatasi kesulitan di Sumut. Hal itu mengacu lokasi terdampak banjir-longsor di wilayah Tapanuli Tengah yang  masih banyak jalur terputus sehingga menjadi kesulitan dalam penanganan di lokasi.

"Banyak jalur masih terputus, tapi kita segera melakukan segala upaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami," kata Prabowo di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara,

Selain akses yang terputus Presiden Prabowo juga menemukan kesulitan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan aliran listrik di lokasi terdampak.

"Sekarang masalah BBM tadi kita kapal besar sudah bisa merapat di Sibolga, kemudian (pesawat) hercules terus kita kerahkan, mungkin tiap hari beberapa titik yang bisa didaratkan," ujar Prabowo menambahkan.

Dalam kunjunganya Prabowo meminta semua daerah harus siap menghadapi perubahan iklim. "Pemerintahan harus benar-benar berfungsi menjaga lingkungan, mengantisipasi kondisi di masa depan, mungkin yang di daerah semua harus siap menghadapi kondisi perubahan iklim yang berpengaruh,"  katanya.

Sedangkan Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan lembaganya bersama pemerintah masih fokus penanganan bencana saat  masa tanggap darurat. Hal itu mengacu banyaknya korban yang belum ditemukan.

"Pertama-tama saat ini semua sumber daya masih kita fokuskan untuk masa tanggap darurat. Jadi masih banyak korban yang belum ditemukan, masih banyak wilayah yang terisolasi, kemudian masih banyak bantuan yang perlu didistribusikan," kata Puan.

Menurut Puan, pemerintah bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat termasuk DPR RI bergotong royong fokus proses evakuasi dan kemudian pendistribusian bantuan. "Sekarang kita fokus dulu kepada para korban dan wilayah-wilayah yang memang masih memerlukan bantuan,"  kata Puan menjelaskan.

Tercatat DPR RI sudah mengirim tim ke lokasi bencana Aceh, Sumut dan sumbar untuk bisa melihat secara langsung situasi lapangan. Puan menegaskan akan mengevaluasi dan menindaklajuti penyebab dari bencana yang melanda sejumlah provinsi di pulau Sumatra, termasuk memanggil perusahaan yang terbukti memperparah banjir dan longsor. (*)

BERITALAINNYA
BERITATERKINI