Pakar Ekonomi: Regulasi Ojol Perlu Fokus Jaga Kestabilan dan Keadilan Ekosistem
SinPo.id - Pakar konomi Prasasti Piter Abdullah menyatakan regulasi tentang ojek daring atau ojek online (ojol) perlu berfokus pada upaya menjaga kestabilan dan keadilan ekosistem.
Menurutnya, survei yang dilakukan oleh dua lembaga, yakni Tenggara Strategics dan Paramadina, menunjukkan pengemudi (driver) lebih menginginkan aturan pengelolaan komisi agar dikembalikan dalam bentuk manfaat yang nyata alih-alih soal besaran potongan komisi.
“Dengan kata lain, keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,” kata Piter dalam keterangannya pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Survei Tenggara Strategics yang mengumpulkan data dari 1.052 pengemudi aktif di Jabodetabek pada September 2025 menemukan 82 persen responden lebih memilih potongan komisi 20 persen dengan trafik pemesanan yang lebih tinggi daripada komisi 10 persen namun minat konsumen rendah.
Sebanyak 85 persen responden juga mengaku tidak keberatan dengan status “mitra” lantaran mereka lebih mementingkan fleksibilitas jam kerja.
Secara umum, survei Tenggara Strategics menyimpulkan bahwa bagi pengemudi di wilayah metropolitan, kepastian pemesanan dan perlindungan tambahan lebih penting daripada besaran potongan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa potongan rendah tanpa jaminan permintaan pemesanan tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan.
Sementara itu, survei Paramadina yang diperoleh dari jawaban 1.623 pengemudi di 6 kota besar menunjukkan mayoritas responden lebih memilih potongan komisi 20 persen dengan insentif dan promo yang bisa mendongkrak permintaan pemesanan, dibandingkan potongan 10 persen tanpa insentif.
Sebanyak 81 persen responden juga lebih mengutamakan stabilitas pendapatan harian dibandingkan margin per order.
Temuan itu menunjukkan bahwa kepastian soal bagaimana aplikator menjamin stabilitas penghasilan harian melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain lebih krusial bagi mayoritas pengemudi.
“Dua survei-survei terbaru justru menegaskan satu pesan bahwa driver tidak sekadar menuntut potongan rendah, melainkan ekosistem yang stabil, adil, dan transparan. Mereka rela berbagi 20 persen selama aplikator memberi order yang stabil, promo yang efektif, dan perlindungan yang nyata,” ujar Piter.
Piter menilai hasil kedua survei itu bisa memberikan titik temu antara aplikator, regulator, dan pengemudi.
Aplikator bisa menjaga transparansi dan manfaat, pemerintah mengawal regulasi yang adil, dan pengemudi memahami posisi mereka sebagai mitra mandiri.
Jika jalan tengah ini dijalankan, kata Piter, industri digital Indonesia bukan hanya tumbuh besar, tapi juga berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan.
“Saatnya tiga pihak, aplikator, pemerintah, dan asosiasi driver, duduk bersama untuk merancang blueprint keberlanjutan ekosistem digital. Bukan dialog reaktif saat konflik muncul, tapi dialog proaktif untuk membangun standar industri yang berkelanjutan,” katanya.
Sebagai catatan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur sektor ojol. Pembahasan mengenai aturan itu telah mencapai tahap akhir dan hanya menyisakan beberapa hal teknis yang masih perlu disepakati bersama perusahaan aplikator.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan peraturan presiden tersebut berfokus kepada perlindungan terhadap mitra pengemudi, seperti jaminan sosial, jaminan kecelakaan kerja (JKK), hingga jaminan kematian (JKM).
Aturan tersebut juga disiapkan agar bisa memberikan transparansi terkait hubungan kerja perusahaan dan mitra pengemudi.
Pemerintah menargetkan aturan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu dekat, bahkan berpotensi rampung sebelum akhir tahun ini.
