Respon Polemik Aqua, Anggota DPR Dorong Penguatan Pengawasan Industri Air Minum Kemasan

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 28 Oktober 2025 | 16:40 WIB
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion (SinPo.id/ eMedia DPR RI)
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion (SinPo.id/ eMedia DPR RI)

SinPo.id - Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion mendorong penguatan regulasi dan pengawasan terhadap industri air minum dalam kemasan (AMDK). Masyarakat dinilai perlu tahu fakta sebenarnya dari air yang dikonsumsi.

Ini disampaikan Mafirion merespons temuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal produk air minum kemasan Aqua yang diduga tidak bersumber dari mata air pegunungan alami sebagaimana yang diklaim pada kemasan.

"Ketika perusahaan mengiklankan produknya berasal dari mata air pegunungan alami, tetapi faktanya dari sumur bor, itu bentuk iklan menyesatkan," kata Mafirion dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

Dia menilai praktik seperti ini tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi, tetapi juga melanggar HAM dan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28F dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

"Setiap warga negara berhak memperoleh informasi yang benar dan lingkungan hidup yang baik serta sehat. Ketika informasi dikaburkan atau dimanipulasi, maka hak konstitusional itu turut dilanggar," ujarnya.

Mafirion juga menyebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 9 dan Pasal 10 secara tegas melarang pelaku usaha membuat pernyataan menyesatkan mengenai asal, jenis, mutu, atau komposisi suatu produk. Menurutnya, ketegasan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut, masih perlu diperkuat.

"Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika ada perusahaan yang memasarkan produk dengan klaim tidak sesuai fakta, maka pemerintah wajib menindak tegas," ucapnya.

Komisi XIII DPR RI, kata dia, akan mendorong pemerintah bersama lembaga pengawas, seperti Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perindustrian, untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak transparan.

"Kita perlu memperbarui sistem pengawasan dan sertifikasi label produk agar tidak ada lagi perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk menyesatkan publik," ucapnya.

Lebih lanjut, Mafirion juga menyoroti aspek etika bisnis dan tanggung jawab sosial korporasi atau corporate social responsibility (CSR) yang semestinya dijunjung tinggi oleh pelaku usaha.

"Konsumen membayar lebih karena percaya produk itu berasal dari sumber alami yang murni. Jika ternyata tidak, maka ini bentuk eksploitasi terhadap kepercayaan publik. Dunia usaha harus berbisnis dengan nilai, bukan manipulasi," ujarnya.

Dia pun mengingatkan bahwa praktik bisnis yang tidak jujur dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri lokal, dan dalam jangka panjang, merusak iklim usaha yang sehat di Indonesia.

"Integritas informasi adalah kunci kepercayaan publik. Negara tidak boleh diam terhadap praktik bisnis yang menyesatkan," kata dia.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI