Legislator Dukung Keputusan Menkeu Tolak Bayar Utang KCIC Pakai APBN

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 16 Oktober 2025 | 12:52 WIB
DPR menggelar Rapat Paripurna Khusus membahas kinerja DPR 2024-2025 (Ashar/SinPo.id)
DPR menggelar Rapat Paripurna Khusus membahas kinerja DPR 2024-2025 (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, mengaku sepakat dengan keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang tegas menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh menggunakan APBN.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung, kondisi itu justru memperberat kondisi keuangan negara yang sudah dalam keadaan terbatas," kata Anis, dalam keterangan persnya, Kamis, 16 Oktober 2025.

"Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub (Ignatius Jonan) saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar,” imbuhnya.

Adapun PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI sekaligus pemegang saham terbesar di PT KCIC, tercatat mengalami kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024. Kerugian terus berlanjut di tahun 2025 pada semester I-2025 juga merugi sebesar Rp 1,625 triliun. 

“Kereta Cepat menurut data BPS, hanya ramai saat-saat liburan saja, padahal biaya investasi sangat tinggi, lalu harus menanggung operasional yang tidak kecil,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Anis berharap kondisi tersebut dapat menjadi pelajaran berharga terutama untuk pemerintahan saat ini, agar setiap pilihan kebijakan yang melibatkan kepentingan publik kembali dipertimbangkan secara mendalam manfaat dan mudaratnya.

“Perusahaan BUMN yang awalnya sudah sehat ini terbebani membayar utang Rp2 triliun per tahun untuk proyek kereta cepat yang notabene merupakan penugasan presiden terdahulu, padahal para pembantunya sudah memperingatkan dahulu,” tuturnya.

Dengan demikian, ia sepakat dengan keputusan Menkeu yang menolak menanggung utang Whoosh, karena menurutnya APBN hanya untuk hal yang esensial. Sehingga Danantara harus mencarikan solusi agar utang tersebut tidak lagi membebani APBN.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI