Membasmi Tambang Ilegal

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 10 Oktober 2025 | 06:53 WIB
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)

Tata kelola pertambangan nasional harus berjalan sesuai aturan, transparan, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.  

SinPo.id -  Presiden RI Prabowo Subianto membuktikan sikap tegas membasmi tambang ilegal, termasuk di dalamnya penyelundupan yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Ketegasan presiden dibuktikan saat penyerahan smelter timah illegal yang disita Kejaksaan Agung ke PT Timah Tbk,  Senin, 6 Oktober 2025.

“Kita sudah bertekad  untuk membasmi penyelundupan, membasmi illegal mining, membasmi semua yang melanggar hukum. Kita tegakkan dan kita tidak perlu siapa-siapa yang ada disini,” ujar Prabowo saat menyaksikan penyerahan smelter timah sitaan Kejaksaan Agung ke PT Timah Tbk,  Senin, 6 Oktober 2025.

Prabowo mengatakan jika praktik tambang dan impor ilegal terus berjalan dan tidak diselamatkan negara, kerugian negara bisa mencapai ratusan triliunan.  Sedangkan nilai total aset smelter yang disita mencapai Rp6 triliun hingga Rp7 triliun, sementara potensi kerugian negara dari praktik ilegal tersebut diperkirakan sudah mencapai Rp300 triliun.

Hitungan kerugian yang disebutkan presiden mengacu potensi tambang ilegal yang memanfaatkan enam smelter yang telah disita. Menurut Prabowo, tanah yang ditambang secara illegal itu mengandung monasit, sedangkan harga 1 ton monasit bisa bernilai ratusan ribu dollar, bahkan sampai 200 ribu dollar AS.

Dengan asumsi kurs Rp 16.603 per dollar AS, maka harga monasit setara 3.320.750.000 per ton. Presiden Prabowo memperkirakan kandungan monasit di kawasan pertambangan ilegal itu mencapai 40 ribu ton.

Dengan perhitungan tersebut, Prabowo menyebut potensi nilai ekonomi dari temuan tanah jarang di Bangka Belitung diperkirakan mencapai 8 miliar dollar AS, atau setara sekitar Rp 128 triliun.  

“Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian negara total potensi bisa mencapai Rp300 triliun. Kerugian negara sudah berjalan Rp300 triliun. Ini kita hentikan!” ujar Prabowo menjelaskan.

Tercatat Kejagung menyita smelter timah, PT Tinindo Internusa, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) di Pangkal Pinang, PT Venus Inti Perkasa di Pangkal Pinang, PT Sariwiguna Bina Sentosa di Pangkal Pinang, PT Menara Cipta Mulia (MCM), serta PT Refined Bangka Tin (RBT) di Kabupaten Bangka.

Presiden Prabowo mengapresiasi aparat penegak hukum serta semua pihak yang terlibat dalam membongkar kasus tersebut. Ia menegaskan, langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas penambangan ilegal dan penyelundupan sumber daya alam. “Ini bukti bahwa pemerintah serius. Kita bertekad membasmi penyelundupan, membasmi illegal mining, dan semua yang melanggar hukum,” katanya.

Jauh sebelum  penyerahan smelter timah illegal yang disita Kejaksaan Agung ke PT Timah Tbk, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan TNI, Polri, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan untuk menggelar operasi besar-besaran guna menutup jalur penyelundupan timah yang ditambang secara ilegal dari 1.000 lokasi penambangan di Bangka Belitung yang merugikan negara hingga puluhan triliun.

Selain itu di hadapan sejumlah pimpinan partai politik (parpol), Presiden Prabowo menjelaskan operasi besar-besaran untuk menutup tambang timah ilegal dan memblokade jalur-jalur penyelundupan di Pulau Bangka dan Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung.

Menuju Kedaulatan Ekonomi Berkeadilan

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto menertibkan enam smelter ilegal di Bangka Belitung bukan sekadar penegakan hukum, tetapi koreksi arah kebijakan ekonomi sumber daya nasional menuju kedaulatan yang berkeadilan.

“Apa yang dilakukan pemerintah ini adalah momentum untuk mengakhiri era kebocoran nilai dari sumber daya alam. Ini bukan semata urusan tambang, tapi soal kedaulatan ekonomi,” ujar Fakhrul.

Menurut Fakhrul, lebih dari 90 persen cadangan timah dan logam tanah jarang (LTJ) Indonesia berada di Bangka Belitung. Ironisnya selama bertahun-tahun negara kehilangan potensi penerimaan triliunan rupiah akibat praktik tambang ilegal dan tata kelola yang lemah.

“Kerugian ini bukan hanya soal uang, tapi cermin dari institusi ekonomi yang kehilangan daya kontrol. Dengan penertiban ini, pemerintah sedang mengembalikan trust premium terhadap negara,” ujar Fakhrul menambahkan.

Namun Fakhrul mengingatkan kedaulatan tanpa efisiensi dapat berubah menjadi nasionalisme yang mahal, jika pengelolaan tidak dilaksanakan secara tepat guna dan efisien. Dengan begitu ia menyarankan pentingnya pemerintah memastikan aset yang disita dapat dikelola secara produktif dan transparan, bukan sekadar dipindahkan dari tangan swasta ke tangan negara tanpa perubahan tata kelola.

Menurut Fakhrul, ketika smelter ilegal disita dan dikelola oleh BUMN, tantangannya bukan hanya soal legalitas, tapi soal kemampuan menciptakan value chain yang produktif. Tanah jarang adalah industri berbasis teknologi tinggi. Ia merekomendasikan agar langkah pemerintah harus disertai dengan Industrial policy berbasis produktivitas, bukan hanya proteksi. Selain itu perlunya konsolidasi antara PT Timah, lembaga riset, dan universitas, agar hilirisasi logam tanah jarang tidak hanya berbentuk lelehan logam, tapi juga knowledge capital, serta Kemitraan publik-swasta yang disiplin dan akuntabel, dengan governance metrics yang dapat diaudit publik.

“Tanah jarang adalah industri teknologi tinggi. Kalau tidak disertai riset, inovasi, dan tata kelola yang transparan, kita berisiko hanya mengganti pelaku tanpa memperbaiki sistem,” kata Fakhrul menjelaskan.

Pemerintah juga perlu merancang blueprint tata kelola mineral strategis yang memberikan kejelasan atas hak dan kewajiban antara pusat dan daerah, mekanisme audit atas nilai ekspor dan royalty dan jalur transisi bagi industri kecil yang legalisasi izinnya masih tertinggal.

Keberhasilan langkah Presiden Prabowo akan ditentukan oleh konsistensi kebijakan dan kepastian regulasi. Sedangkan pasar, kata Fakhrul, tidak alergi terhadap aturan ketat selama aturan itu jelas dan konsisten.

“Pasar menolak ketidakpastian, bukan aturan. Hukum yang tegas harus diikuti oleh tata kelola yang dapat diprediksi. Itu yang akan mengubah Bangka Belitung dari tambang menjadi penggerak  ekonomi nasional,” katanya.

Dukungan Senayan

Pada September lalu anggota dewan di Senayan telah menyatakan dukungan penindakan tambang ilegal yang selama ini merugikan negara. Anggota Komisi XII DPR RI Jamaludin Malik mendukung upaya tegas Presiden Prabowo Subianto menutup tambang ilegal di berbagai daerah. Apalagi, aktivitas tambang ilegal itu merugikan penerimaan negara dan menimbulkan kerusakan lingkungan.

"Langkah Presiden Prabowo untuk memperingatkan dan menertibkan pertambangan ilegal sangat tepat,”ujar Jamaludin, Senin, 29 September 2025.

Jamaludin mengatakan, DPR akan berdiri di belakang pemerintah untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif, agar sumber daya alam benar-benar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan negara.

Ia menyebutkan kerugian negara akibat pertambangan ilegal sudah mencapai skala luar biasa. Di sektor timah misalnya, kerugian negara ditaksir hingga Rp300 triliun sepanjang 2015-2022, sekitar Rp271 triliun merupakan kerugian lingkungan akibat kerusakan kawasan hutan dan non-kawasan.

Di sektor lain seperti pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat, kata dia, kerugian negara mencapai Rp1,02 triliun hanya dari satu wilayah saja. Menurut dia, pemerintah memperkirakan kerugian akibat praktik pertambangan ilegal bisa mencapai Rp300 triliun per tahun dari potensi pajak, royalti, dan kewajiban negara yang tidak disetorkan.

"Pertambangan ilegal memukul dua hal sekaligus, keuangan negara dan keberlanjutan lingkungan. Tidak ada alasan untuk membiarkan praktik seperti ini terus berjalan," kata Jamaludin menjelaskan.

Dia berharap penegakan hukum tanpa kompromi perlu dipadukan dengan kebijakan penyitaan aset agar negara benar-benar mendapat kendali penuh atas wilayah pertambangan yang selama ini dikuasai secara ilegal.

Selain itu mendorong koordinasi yang lebih kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta kementerian/lembaga terkait, agar penertiban bisa berjalan sistematis.

“Perlu ada penguatan data perizinan, pengawasan lapangan, hingga regulasi yang memungkinkan penyitaan aset tambang ilegal untuk dikembalikan kepada negara,” katanya.

Jamaludin mengatakan, tata kelola pertambangan nasional harus berjalan sesuai aturan, transparan, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.  (*)

BERITALAINNYA
BERITATERKINI