Robohnya Mushola Ponpes Al Khoziny
SinPo.id - Suara gemuruh dikuti benturan keras mengejutkan warga sekitar komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Suara gemuruh dan benturan terjadi sekitar pukul 15.35 WIB, pada hari Senin, 29 September 2025, akibat bangunan mushola berlantai empat runtuh bertepatan sedang salat Ashar.
Sejumlah kesaksian menyebutkan sebelum bangunan runtuh, beberapa santri sempat merasakan adanya goyangan pada struktur musala. "Ketika masuk rakaat kedua bagian ujung mushalla ambruk, lalu merembet ke bagian lain gedung," kata salah satu santri kelas tujuh Madrasah Tsanawiyah (MTS) Al Khoziny, Wahid, dikutip dari Antara.
Wahid saat kejadian sedang shalat bersama ratusan santri lain, ia berhasil menyelamatkan diri bersama sejumlah santri lain dengan cara berlari ke luar mushola. Menurut dia bangunan musala tersebut sedang dibangun di lantai tiga. “Sedang dicor lantai atas,”ujar Wahid.
Catatan tim SAR awal kejadian, menyebutkan musibah itu menyebutkan sebanyak 140 santri sedangkan salat Asar berjamaah tertimpa reruntuhan ketika bangunan sedang dicor bagian lantai atas. Sedangkan 102 santri berhasil dievakuasi, tiga di antaranya meninggal dunia, serta 38 masih terjebak di bawah reruntuhan .
Kontruksi Tak Standar Tak Berizin
Bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo ambruk hingga menewaskan tiga orang santri. Bupati Sidoarjo, Subandi, menyebut pihak ponpes diduga tak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Nanti akan kita sosialisasikan kembali, kalau ada pembangunan yang tidak dilengkapi izin, akan kita berhentikan dahulu, kita tidak ingin musibah ini terulang kembali," ujar Subandi dikutip dari detik, Selasa 30 September 2025.
Salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, KH Abdus Salam Mujib, menyebut peristiwa musala ambruk itu terjadi saat proses pengecoran bagian paling atas bangunan yang telah berjalan selama sembilan bulan terakhir.
"Ini pengecoran yang terakhir saja. Itu jebol. Ya hanya itu," ujar Mujib.
Namun temuan di lapangan bangunan Ponpes diduga tak punya izin mendirikan bangunan atau IMB. Hal itu mengacu pernyataan Bupati Sidoarjo Subandi, saat meninjau lokasi dan menemukan bangunan tiga lantai tersebut berdiri tanpa dokumen resmi.
"Saya tanyakan izin-izinnya mana, tetapi ternyata nggak ada, ngecor lantai tiga, karena konstruksi tidak standar, jadi akhirnya roboh," kata Subandi.
Subandi mengaku telah bertanya pengelola Ponpes soal izin bangunan itu. Dia menyebut tak ada izin untuk pembangunan serta pengerjaan konstruksi tidak sesuai standar. "Saya tanya izin-izinnya mana, tetapi ternyata nggak ada. Ngecor hingga lantai tiga, karena konstruksi tidak standar, jadi akhirnya roboh," kata Subandi menjelaskan.
Kejadian itu menjadi alasan dia mensosialiasikan kembali pentinganya izin mendirikan bangunan agar musibah agar tak terulang. "Kalau ada pembangunan yang tidak dilengkapi izin, akan kita berhentikan dahulu, kita tidak ingin musibah ini terulang kembali," katanya.
Pakar Teknik Sipil Struktur institut tekhnologi Surabaya (ITS), Mudji Irmawan, menyebut bangunan ponpes sejak awal direncanakan hanya satu lantai, namun karena penambahan jumlah santri kemudian dipaksakan hingga tiga lantai tanpa perencanaan teknis yang matang.
"Kalau kita lihat sejarah pembangunan ruang kelas pondok pesantren ini awalnya merupakan bangunan yang direncanakan cuman satu lantai," kata Mudji.
Menurut Mudji, penambahan lantai tanpa perhitungan membuat beban bangunan meningkat drastis, dari yang seharusnya hanya menanggung 100 persen menjadi berlipat hingga 300 persen, sehingga konstruksi tidak mampu lagi menahan tekanan. " Itu menyebabkan salah satu faktor utama yang membuat bangunan lantai satu, lantai dua tidak cukup mampu menerima beban yang ada di kerja," ujar Mudji menjelaskan.
Ironisnya, kata Mudji, kegiatan belajar mengajar di Ponpes tetap berlangsung meskipun pengecoran lantai tiga sedang dilakukan, kondisi ini membuat risiko semakin besar ketika bangunan dalam keadaan tidak stabil. Struktur bangunan atau konstruksi bangunan yang sedang dikerjakan tiga lantai tersebut menjadi tidak stabil atau labil. “Celakanya di lantai satu masih dipakai untuk kegiatan belajar, ngaji," katanya.
Sedangkan kontraktor dan pengurus Ponpes sebagai pihak yang bertanggung jawab tidak memiliki pengalaman maupun kemampuan teknis, serta pengurus Ponpes yang memaksa pembangunan tanpa perhitungan risiko.
"Ya, tentunya (kelalaian) kontraktor, kalau menurut Undang Undang Jasa Konstruksi juga harus punya pengalaman, punya ahli, punya alat yang cukup, sehingga bisa memikirkan, 'oh, ini enggak kuat, oh ini kuat' dan sebagainya," ucap Mudji menambahkan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengingatkan tak boleh ada lagi pondok pesantren roboh karena kelalaian atau ketidaksesuaian teknis. “Kami di Kementerian Agama akan memperkuat pengawasan ke depan," ujar Umar.
Umar menyampaikan belasungkawa sekaligus menegaskan bahwa peristiwa ini tidak boleh terulang, sebab pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman bagi santri malah roboh karena kelalaian teknis.
"Mudah-mudahan ini yang terakhir. Tidak boleh ada lagi pondok pesantren roboh karena kelalaian atau ketidaksesuaian teknis. Kami di Kementerian Agama akan memperkuat pengawasan ke depan," ujar Umar menegaskan.
Perlu Pengusutan Tuntas
Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina mendorong investigasi independen mengusut ambruknya bangunan musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. Langkah itu dinilai penting untuk mengungkap dugaan kelalaian dari peristiwa tragis tersebut.
"Komisi VIII akan mendorong agar instansi terkait, Kementerian Agama, Kementerian PUPR, BNPB, dan pemerintah daerah, segera dipanggil untuk menjelaskan terperinci tentang bangunan tersebut, serta melakukan evaluasi struktural dan investigasi independen," kata Selly.
Selly menegaskan, permintaan maaf saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan ambruknya salah satu infrastruktur Pendidikan itu. Sedangkan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti lalai diperlukan, agar kejadian serupa tidak terulang.
"Permintaan maaf tidak cukup jika terbukti ada kelalaian atau standar teknis diabaikan, harus ada transparansi dan, bila perlu, sanksi administratif," kata Selly menegaskan.
Sedangkan anggota Komisi VIII lain, Maman Imanulhaq meminta penegak hukum memberi sanksi tegas jika ada bukti penyebab runtuhnya bangunan musala di Ponpes Al Khoziny.
"Jika tiang fondasi tidak mampu menahan beban, artinya ada masalah serius pada tahap perancangan maupun pengawasan. Siapapun yang lalai, baik kontraktor, pengawas, maupun pihak lain yang bertanggung jawab, harus diperiksa dan diberi sanksi sesuai aturan hukum," kata Maman.
Maman mengingatkan agar pengusutan insiden itu dilakukan secara transparan, bahkan ia mengultimatum agar peristiwa serupa tak terulang.
"Transparansi harus dijaga agar publik mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jangan hanya fokus pada aspek akademik atau dakwah. Infrastruktur yang aman dan layak menjadi syarat mutlak bagi keberlangsungan pesantren," ujar Maman menegaskan. (*)

