KPAI: 2.093 Anak Terlibat Kerusuhan Agustus–September, 13 Masih Ditahan di Sejumlah Polda
SinPo.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 2.093 anak terlibat dalam aksi anarkis pada kerusuhan Agustus–September 2025. Dari jumlah tersebut, 13 anak masih ditahan di sejumlah Polda.
Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah menjelaskan pola keterlibatan anak dalam kerusuhan itu beragam, mulai dari ajakan teman, kakak kelas, alumni, hingga provokasi di media sosial. KPAI juga menemukan indikasi adanya mobilisasi anak secara masif.
“Dari hasil pengawasan KPAI, KPAD, media, dan mitra kami, ditemukan 2.093 anak yang terlibat atau dilibatkan dalam aksi anarkis. Polanya melalui ajakan solidaritas, provokasi media sosial, hingga dugaan mobilisasi,” kata Margaret dalam rapat kerja dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin 29 September 2025.
Dalam catatan KPAI, terjadi sejumlah pelanggaran hak anak, termasuk kekerasan fisik, perlakuan tidak manusiawi, penahanan melebihi batas waktu, hingga ancaman pemutusan hak pendidikan.
Satu anak berinisial ALF (16) asal Tangerang dilaporkan meninggal dunia, sementara beberapa anak lain harus mendapat perawatan medis akibat dugaan kekerasan saat aksi.
Selain itu, KPAI menerima 203 laporan pengaduan melalui Sistem Informasi Sahabat Anak (SIGA), yang memperkuat dugaan adanya kekerasan dan penahanan sewenang-wenang terhadap anak.
Data terakhir mencatat 295 anak diamankan di 11 Polda, dengan rincian antara lain:
Polda Jatim: 140 anak
Polda Jateng: 56 anak
Polda Metro Jaya: 32 anak
Polda Jabar: 31 anak
Polda Sulsel: 12 anak
Polda NTB: 6 anak
Polda Lampung: 7 anak
Polda Kalbar: 3 anak
Polda Sumsel: 3 anak
Polda Bali: 4 anak
Polda DIY: 1 anak
Dari jumlah tersebut, 214 anak dikembalikan kepada orang tua dengan pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas), 68 anak telah melalui mekanisme diversi atau penyelesaian di luar pengadilan, dan 13 anak masih dalam proses hukum.
“Kami berharap semua anak yang masih diproses hukum bisa mendapatkan diversi, sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” tegas Margaret.
Sebagai tindak lanjut, KPAI akan menurunkan komisioner ke Jawa Timur, Kediri, dan Cirebon untuk memastikan status 13 anak yang masih ditahan.
KPAI juga bekerja sama dengan lembaga nasional HAM, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, LPSK, dan Komisi Nasional Disabilitas membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) guna mendalami dugaan pelanggaran HAM terhadap anak dalam kerusuhan.
“Kami akan melanjutkan pendalaman bersama LN HAM, melakukan analisis, lalu menyusun laporan final. Harapannya, proses pengamanan terhadap anak dilakukan sesuai regulasi agar hak-hak mereka tetap terlindungi,” pungkasnya.
