Alex Indra Minta Tata Niaga Gula Ditinjau Ulang

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 12 September 2025 | 17:15 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman. Istimewa
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman. Istimewa

SinPo.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman meminta agar tata niaga gula dalam bentuk gula kristal rafinasi (GKR) atau gula petani ditinjau ulang. Sistem perdagangan komoditas yang semrawut dikhawatirkan menggagalkan target swasembada pangan yang dicita-citakan Presiden Prabowo Subianto.

"Jika masih dibiarkan seperti hari ini, bakal terus menyisakan lorong gelap yang akan menggagalkan target swasembada pangan Presiden Prabowo, yang mencakup tiga indikator utama, yakni tidak ada impor beras, jagung, dan gula konsumsi pada tahun 2025 ini," kata Alex dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, 12 September 2025.

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini menegaskan bila gula rafinasi dan gula petani menggarap pasar yang berbeda. Rafinasi memasok kebutuhan industri, sementara gula petani untuk konsumsi publik.

"Jika gula rafinasi masuk pasar konsumsi, artinya ada yang salah di tata niaga," kata Alex.

Merujuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 17 Tahun 2022, GKR tidak boleh diperdagangkan di pasar eceran. GKR hanya ditujukan untuk industri pengguna dengan persyaratan izin usaha industri dan dokumen izin sejenis.

Ketua PDIP Sumatra Barat itu mengingatkan lemahnya pengawasan tata niaga GKR telah memukul petani tebu. Salah satunya berdampak pada serapan gula petani menjadi tersendat. Bahkan sekitar 100.000 ton gula konsumsi hasil tebu petani menumpuk di gudang, akibat GKR yang masuk ke pasar tradisional.

"Selain memukul petani tebu kita, gula rafinasi yang dijual ke pasar tradisional, tentunya akan membahayakan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya akan berimbas pada sektor kesehatan," ucap Alex.

Selain itu, Alex menekankan agar penugasan pemerintah terhadap BUMN pangan (ID Food) untuk menyerap gula petani yang gagal terserap pasar harus disertai skema yang jelas dan terukur.

"Duit yang digelontorkan pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebesar Rp1,5 triliun itu harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya secara akuntabel," katanya.

"Sebab, pendirian Danantara itu bukan dimaksudkan sebagai public service. Jangan serampangan saja menggunakan uang negara yang telah ditempatkan di Danantara itu," timpalnya.

Di samping dari itu, Alex yang juga Ketua Panja Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV mengapresiasi keputusan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono yang menghentikan sementara impor GKR.

"Penghentian impor ini, melindungi petani tebu kita sekaligus meningkatkan serapan gula konsumsi dalam negeri," katanya. 

Namun, Alex mewanti-wanti Wamentan, dengan realisasi impor GKR sebesar 70 persen saja, telah terjadi praktek 'salah kamar' dalam distribusi hingga akhirnya merusak pasar. 

"Kita harus menghitung ulang kebutuhan industri agar tata niaga yang berkeadilan bisa diwujudkan," tegasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI