Alex Indra Ingatkan Swasembada Beras Indikator Terwujudnya Swasembada Pangan
SinPo.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman menegaskan keberhasilan swasembada beras merupakan indikator utama terwujudnya program swasembada pangan yang dicita-citakan Presiden Prabowo Subianto.
Demikian disampaikan Alex dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman sekaligus Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani yang membahas isu aktual beras dan isu aktual lainnya, pada Kamis, 21 Agustus 2025.
"Swasembada beras itu, artinya kita tak lagi mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Jika kemudian masih ada impor beras untuk kebutuhan apapun istilah yang dibuat, mengartikan target swasembeda pangan presiden, gagal," kata Alex dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2025.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi IV, Siti Hediati Soeharto (Titiek Soeharto) itu, Alex mengajak kementerian dan lembaga terkait untuk merumuskan regulasi terbaik agar alur penyerapan dan distribusi bisa dilakukan secara rapi dan terencana.
Salah satu regulasi yang mesti segera dituntaskan, yakni harga eceren tertinggi (HET) beras dengan berbagai tingkatan kualitas. Menurut Alex, saat ini jika menjual beras melebihi HET bisa dijerat secara administratif hingga sanksi pidana.
Padahal, kata dia, negara selayaknya berterima kasih pada pelaku usaha sektor pangan baik yang skala kecil, menengah atau besar karena telah bersedia membeli gabah kering panen sebesar Rp6.500 per Kg.
HET gabah ini ditetapkan melalui Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Bapanas Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
"Pemerintah harus mengapresiasi pengorbanan pelaku usaha kita, dengan kesediaan membeli gabah sesuai HET. Tapi, jangan kita jerat pula mereka dengan sanksi pidana, karena menjual beras melebihi HET Rp12.000 per Kg," kata Alex.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu mengungkapkan alasan agar harga jual beras melebihi HET tak dikenai sanksi pidana. Salah satunya, karena harga tersebut tidak relevan lagi jika item biaya-biaya dalam memenuhi produksi ikut dimasukan.
"Dengan harga gabah Rp6.500 per Kg, sudah tidak relevan jika HET beras tetap berada di kisaran Rp12.000. Ini justru bisa jadi bumerang dan menimbulkan persoalan di lapangan nantinya. Masalah HET beras ini, prioritas untuk segera dibereskan," tegas Alex yang juga Ketua Panja Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV DPR RI itu.
Bagi Alex, HET beras hanyalah sebagai bagian dari sistem peringatan dini bagi pemerintah, dalam memutuskan kebijakan mengintervensi pasar.
"Jika pelaku ekonomi sudah menjual beras melebihi HET, maka pemerintah segera mengguyur pasar menggunakan stok cadangan beras yang ada. Negara itu punya cadangan beras, 4 juta ton atau 4 miliar kilogram, ini angka yang besar untuk menekan harga," kata Alex.
"Jika digunakan pada waktu yang tepat, masyarakat tidak menjerit saat membeli beras kualitas apapun. Pedagangpun tak dirugikan. Tidak ada pengusaha yang bisa melawan negara. Itu kata guru kehidupan saya. Itu pengusaha konyol kalau yang berani melawan negara," timpalnya.
Alex menekankan tujuan utama dari kebijakan harga gabah ini adalah menyejahterakan petani. Karena itu, Wakil Rakyat dari Dapil Sumatra Barat (Sumbar) II itu mendorong agar regulasi soal batas atas harga beras di tingkat produksi segera dirumuskan.
Sehingga petani tetap sejahtera tanpa memberatkan pelaku usaha terutama yang pengusaha kecil karena masih terbebani dengan biaya produksi yang belum efektif seperti pengusaha besar.
