Pemprov DKI Siapkan Jalur Pendidikan Alternatif Bagi Anak Putus Sekolah di Jakbar
SinPo.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggapi cepat laporan adanya 48 anak yang mengalami putus sekolah di Jakarta Barat (Jakbar). Upaya lintas sektor segera dilakukan, mulai dari pelacakan data, pencarian sekolah, hingga pemberian pelatihan vokasional bagi mereka yang enggan kembali ke bangku sekolah.
“Kami tidak ingin ada satu pun anak Jakarta yang kehilangan hak atas pendidikan. Situasinya beragam, dan pendekatannya harus manusiawi,” ujar Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim, Rabu, 20 Agustus 2025.
Chico menjelaskan, dari jumlah tersebut, 17 anak sudah kembali mengenyam pendidikan, sementara 18 lainnya dalam proses pencarian sekolah. Sisanya tengah ditangani secara individual, termasuk anak-anak yang menyatakan keinginan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga.
“Kami tidak menutup mata terhadap kondisi sosial mereka. Bagi anak-anak yang sudah tidak ingin bersekolah, kami fasilitasi pelatihan kerja agar mereka tetap punya masa depan,” ungkapnya.
Langkah itu, kata Chico, melibatkan kolaborasi antara dinas pendidikan, dinas tenaga kerja, dan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Dia juga menyebut, pemerintah juga menggandeng pengurus wilayah setempat untuk memastikan data yang diterima akurat dan intervensi yang dilakukan tepat sasaran.
“Penanganan ini bersifat holistik. Kami bekerja sama dengan camat, lurah, dasawisma, dan juga Kanwil Kementerian Agama, karena beberapa anak tercatat keluar dari madrasah,” kata Chico.
Chico menuturkan, dari 48 data awal, enam anak ternyata berasal dari luar Jakarta, satu nama merupakan orang tua, dan empat lainnya masih aktif sekolah namun tercatat ganda.
“Data ini terus kami verifikasi, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa tiap anak mendapat solusi sesuai kondisinya,” tuturnya.
Dia pun menekankan pentingnya pendekatan berbasis empati dalam menyikapi persoalan pendidikan, terutama bagi keluarga dengan tekanan ekonomi.
“Memberi kesempatan tidak selalu berarti memaksa anak kembali ke sekolah formal. Terkadang bentuknya bisa berupa kursus, pelatihan, atau pendampingan agar mereka tetap punya pilihan masa depan,” tandasnya.
