Jaga Ketersediaan, Ombudsman Harap Pemerintah Segera Lepas Stok Beras Bulog

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 09 Agustus 2025 | 10:22 WIB
Ilustrasi gudang penyimpanan beras (SinPo.id/ Dok. Bulog)
Ilustrasi gudang penyimpanan beras (SinPo.id/ Dok. Bulog)

SinPo.id - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mendorong pemerintah segera melepaskan cadangan beras yang dimiliki oleh Perum Bulog untuk mengisi pasar dan memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi. 

Menurut dia, ketersediaan beras, harus menjadi prioritas utama pemerintah, pelaku usaha dan seluruh pemangku kepentingan. 

"Beras di gudang Bulog harus segera keluar mengingat masyarakat membutuhkan ketersediaan beras, sementara pelaku usaha pun perlu diyakinkan dengan mekanime yang menjamin rasa aman agar mau menyerap beras Bulog," ujar Yeka dalam keterangannya, Sabtu, 9 Agustus 2025. 

Yeka menyampaikan, sebagian beras di gudang sudah berumur lebih dari satu tahun, beras yang paling lama Februari 2024, sehingga berpotensi menurun kualitasnya.

Sebagai langkah cepat, Ombudsman menyarankan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mempertimbangkan penyesuaian penerbitan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, agar harmonis dengan SNI 6128/2020  tidak berpotensi menghambat distribusi. 

Hal ini penting supaya pasokan beras di pasar tetap terjaga. Kedepan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras.

Hasil pemantauan Ombudsman RI, menunjukkan sejumlah persoalan di rantai tata niaga beras. Di tingkat petani, produktivitas padi saat ini di wilayah amatan mencapai rata-rata 5,5 ton per hektare, meningkat dibanding dua hingga tiga musim sebelumnya yang kerap mengalami gagal panen. 

Namun, sangat disayangkan varietas padi yang digunakan oleh Petani masih banyak yang ditemukan tidak tersertifikasi. Selain itu, harga gabah saat ini sudah mencapai di kisaran Rp7.500-Rp8.400 per kilogram. 

"Hal ini tentu akan mendorong kenaikan harga beras juga, sehingga HET beras akan sulit dipatuhi," ujarnya. 

Di tingkat penggilingan padi, persaingan untuk mendapatkan gabah semakin ketat, bahkan memicu banyak penggilingan padi kecil tidak beroperasi dan bahkan sudah ada yang tutup. 

Gudang penggilingan padi banyak yang kosong tidak memiliki stok gabah maupun beras, akibat kekhawatiran para pelaku usaha terhadap kebijakan tata niaga perberasan saat ini. 

Sementara itu, harga beras di pasar kenaikannya berkisar Rp2.000-Rp3.000  per kilogram, dan mayoritas beras dijual dalam bentuk curah tanpa label mutu.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Ombudsman menekankan perlunya langkah mitigasi pemerintah  menciptakan iklim perdagangan beras yang kondusif agar stok beras pada Bulog dapat tersalurkan. Termasuk mengevaluasi penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sesuai kondisi riil, serta membina dan menata industri penggilingan padi agar lebih modern, efisien, harmonis, dan menyejahterakan petani. 

Dalam kondisi persaingan gabah yang sangat tinggi, penerapan HET beras premium dinilai tidak efektif, sehingga disarankan untuk dihapus dengan fokus pengendalian harga pada beras medium.

Ombudsman juga mendorong evaluasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) agar dilakukan pada periode yang tepat, yakni Agustus hingga Januari, serta meninjau ulang rantai distribusi dari Bulog-Ritel-Konsumen menjadi Bulog-Penggilingan Padi-Ritel-Konsumen. 

"Pemerintah diimbau melarang penjualan beras curah dan mendorong peredaran beras kemasan kecil dengan label mutu yang jelas, sekaligus memperkuat industri benih bersertifikat untuk menjamin kualitas produksi," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI