Ombudsman Nilai Penggunaan Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 09 Agustus 2025 | 10:37 WIB
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (SinPo.id/ Dok. ORI)
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (SinPo.id/ Dok. ORI)

SinPo.id - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Yeka Hendra Fatika menilai, penggunaan istilah beras oplosan yang belakangan ramai diperbincangkan, kurang tepat. Karena, yang terjadi di lapangan adalah praktik pencampuran (mixing) antar varietas, bentuk beras (utuh, butir patah, menir), beras lama dengan baru, maupun beras impor dengan lokal.

"Praktik tersebut umum terjadi dan aman dikonsumsi selama tidak menyesatkan konsumen. Hal yang dilarang adalah membohongi konsumen," kata Yeka dalam keterangannya, Sabtu, 9 Agustus 2025. 

Menurut Yeka, larangan yang jelas berlaku adalah mencampur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan beras komersial di pasaran. 

Dalam penegakan hukum, Ombudsman mendukung langkah aparat terhadap pelanggaran label, isi, dan kemasan beras.

Namun, Yeka mengingatkan penindakan harus mengedepankan prinsip ultimum remedium, serta dilakukan secara proporsional, melalui pembinaan dan edukasi terlebih dahulu, sebelum penindakan. 

"Terutama jika perbedaan mutu yang ditemukan tidak signifikan atau disebabkan karena proses penanganan dan transportasi (handling)," tukasnya. 

Sebelumnya, Satgas Pangan Polri sudahmenetapkan tiga orang tersangka dalam kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan. Ketiganya yaitu, KG selaku Direktur Utama PT Food Station, RL selaku Direktur Operasional PT FS, dan RP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga dengan sengaja menurunkan kualitas mutu beras, meski kemasan masih menyebutkan kualitas premium.

Bareskrim memastikan akan terus melakukan uji sampel terhadap beras-beras yang diproduksi dan didistribusikan ke masyarakat. 

"Untuk pengawasan dari Satgas Pangan, kita melihat hasil yang diproduksi, terdistribusi ke lapangan, kita akan uji sampel," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI