Lindungi Awak Kapal Perikanan, Karding: Kita Miris Dengar Cerita Mereka Dibuang ke Laut
SinPo.id - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding bersama perwakilan serikat buruh perikanan, sepakat akan berkolaborasi untuk membenahi sistem pelindungan bagi pekerja migran Indonesia sektor perikanan, khususnya awak kapal. Tujuannya agar awak kapal perikanan, tidak lagi bekerja secara non-prosedural, demi memperoleh perlindungan yang layak.
"Banyak dari mereka bekerja di luar negeri tapi tidak terdata di sistem kita. Ini sangat rawan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak kerja. Bahkan ada cerita soal mereka dibuang di tengah laut. Kita tidak tahu benar tidaknya, tapi cerita seperti itu sudah cukup membuat kita wajib bertindak," ujar Karding dalam keterangannya, Rabu, 9 Juli 2025.
Data resmi menunjukkan, pada 2025 hanya sekitar 2.000 awak kapal perikanan yang tercatat secara prosedural. Pdahal, jumlah riil pekerja migran sektor perikanan Indonesia di luar negeri diperkirakan mencapai puluhan ribu.
"Kalau hanya 10 persen yang tercatat, artinya ada ribuan yang bekerja tanpa pengawasan. Ini masalah serius. Maka saya ajak kita bentuk tim kerja gabungan antara pemerintah, serikat pekerja, aktivis, dan masyarakat sipil untuk memetakan masalah dan menentukan prioritas solusi," ujarnya.
Karding juga mengungkapkan tantangan dalam masa transisi kewenangan antara Kementerian Perhubungan dan KP2MI pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa awak kapal merupakan pekerja migran.
"Tapi kita ingin semua berbasis hukum. Misalnya, buku pelaut tetap di Perhubungan, tapi izin keluar masuk pekerja harus lewat Kementerian P2MI agar mereka terdata dan terlindungi," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jumhur Hidayat mengatakan, perlindungan bagi nelayan harus berlaku baik di dalam maupun luar negeri.
"Kita ingin nelayan, baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri, mendapat perlindungan yang setara. Negara harus tahu siapa yang bekerja di mana, di kapal apa, dengan visa kerja seperti apa. Kalau tidak, ini rawan jadi perdagangan orang," ujar Jumhur.
Jumhur juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan perekrutan awak kapal yang sering beroperasi tanpa kontrol ketat.
Menurutnya, dulu semua wajib memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), sehingga proses keberangkatan terpantau. Tapi, sekarang banyak yang berangkat dengan visa kerja tanpa pelaporan.
"Negara harus tahu, karena ini bukan soal izin saja, tapi perlindungan," kata dia.
Jumhur mendukung langkah KP2MI untuk memperkuat sistem perlindungan melalui regulasi yang lebih tegas. "Kalau perlu, kembalikan mekanisme kontrol yang membuat semua pihak patuh. Ini juga bisa jadi salah satu cara memberantas trafficking," kata Jumhur.
