ODOL, Antara Kepentingan Bisnis Ancaman Kecelakaan Hingga Praktik Pungli

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 04 Juli 2025 | 06:00 WIB
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)

Para pengemudi selama ini menjadi korban kriminalisasi, terutama dari ancaman pidana yang selama ini dianggap berat.  Pemerintah diminta menetapkan tarif minimum logistik, sebagai keadilan bagi pengemudi kecil agar tidak dibebani biaya tinggi tanpa kompensasi.

SinPo.id -  Pengemudi truk memprotes kebijakan Zero Over Dimension Over Loading atau ODOL dengan cara  berdemonstrasi di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Juli 2025.  Mereka mengaku pengangkutan melebihi tonase selama ini sebagai penghematan distribusi barang, meski hal ini membahayakan lalulintas.

Namun mereka meminta pemerintah tak gegabah menerapkan kebijakan Zero ODOL yang dinilai akan berpengaruh terhadap harga kebutuhan pokok seiring  meningkatnya biaya logistik.  “Kami minta penundaan sampai ada studi yang lebih deliberatif untuk menjadi embrio undang-undang, apa yang perlu dilakukan dalam revisi UU Trasnportasi,” kata Presiden Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin, saat berdemonstrasi.

Menurut Irham, aksi yang melibatkan sejumlah asosiasi  angkutan barang  dari berbagai daerah itu  meminta agar pemerintah merevisi Pasal 277 UU nomor  22 tahun 2009 yang isinya tanggung jawab penerapan ODOL tidak hanya berada di sopir atau modifikasi kendaraan.

“Tetapi juga mencakup pemilik dan pengguna jasa,” ujar Irham menambahkan.

Pengemudi  Rawan dikriminalisasi dan Korban Pungli

Irham menyebut para pengemudi selama ini menjadi korban kriminalisasi dari larangan kebijakan kelebihan tonase, terutama dari ancaman pidana yang selama ini dianggap berat.  Irham juga  minta pemerintah menetapkan tarif minimum logistik, sebagai keadilan bagi pengemudi kecil agar tidak dibebani biaya tinggi tanpa kompensasi.

“Kami juga minta perlindungan hukum bagi sopir, termasuk keadilan dalam penegakan hukum tanpa diskriminasi terhadap ukuran operator,” katanya.

Selain ancaman hukum, selama ini pengemudi angkutan ODOL menghadapi adanya praktik pungutan liar (Pungli)  dan premanise. Pungli itu menjadi salah satu penyebab utama tingginya biaya logistik dan transportasi sehingga para pengemudi sengaja menaikan beban angkut melebihi kapasitas.

“Kami menginginkan pemerintah memiliki roadmap dan program yang cukup mengikat secara hukum untuk pembasmian pungli dan premanisme,” kata Irham menegaskan.

Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) Ika Rostianti, menyebut kondisi yang dirasakan para pengemudi angkutan terjadi karena pemerintah melepas ongkos kirim ke mekanisme pasar.

“Para sopir mengatakan ODOL disebabkan persaingan harga di pasaran. Mereka terpaksa memuat barang lebih dari kapasitas yang ditentukan demi mendapatkan bayaran yang sesuai,” ujar Ika.

Hal itu berbeda jika pemerintah menetapkan upah atau tarif dengan satuan tertentu. “Kalau perlu misalnya upah atau tarif yang diterima itu ya per kilometer, per jam. Karena pemerintah enggak berani bikin batasan-batasan kayak gitu," ujar Ika menjelaskan.

Sedangkan Sekretaris II Badan Riset dan Inovasi Strategis (BRAINS) DPP Partai Demokrat Yan Harahap, meminta pengusaha truk tidak menjadikan pengemudi sebagai tameng kepentingan mencari keuntungan terkait kebijakan zero ODOL.

Menurut Yan , suara pengemudi yang disampaikan lewat sejumlah aksi unjuk rasa dalam merespons rencana penertiban atau penerapan aturan zero ODOL harus dihargai. Namun, rencana pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menertibkan ODOL mulai 2026 bertujuan untuk menyelamatkan ribuan nyawa.

"Jangan jadikan pengemudi tameng kepentingan. Kami menghargai suara para pengemudi. Tapi kita juga tahu, demo ini bukan murni suara akar rumput," kata Yan.

Ia menyebut lebih dari 25 ribu orang meninggal dunia per tahun akibat kecelakaan lalu lintas yang mayoritas akibat truk ODOL. Sedangkan oknum pengusaha besar selama ini menikmati keuntungan dari melanggar aturan dan membebani para pengemudi angkutan barang.

“Tujuan pemerintah menertibkan ODOL ialah demi menciptakan transisi yang adil dan tidak memberatkan,” kata Yan menjelaskan.

Menurut dia, truk ODOL telah membuat jalan cepat rusak, biaya pemeliharaan membengkak, dan menghambat mobilitas masyarakat. Hal itu menjadi alasan dia mendorong agar angkutan barang  harus taat spesifikasi bila ingin mewujudkan biaya logistik murah dan pembangunan merata.

"Bukan malah dilebihi lalu minta dimaklumi,"  katanya.

Yan meyakini, pemerintah akan bersikap terbuka untuk dialog dalam merespons berbagai masukkan dalam rencana penertiban ODOL. Pemerintah tidak akan menoleransi upaya-upaya yang justru bertujuan untuk melegalkan pelanggaran aturan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan yang menyatakan pemerintah telah menyiapkan rencana aksi sebagai panduan implementasi kebijakan Zero ODOL.

“Tentu, salah satunya untuk memberikan perlindungan kepada para pengemudi,” kata Aan.

Menurut Aan, program Zero ODOL tidak semata-mata soal penindakan, namun juga mencakup pembinaan, pengawasan, deregulasi, pemberian insentif, serta perlindungan kepada sopir.

“Program di situ, salah satunya adalah masalah pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Banyak, yang lain ada deregulasi, insentif, termasuk perlindungan terhadap pengemudi,”  ujar Aan menjelaskan.

Praktik ODOL yang Membahayakan Nyawa di Jalan

Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan penanganan ODOL tidak bisa ditunda. Ia merujuk data Korlantas Polri yang mencatat 27.337 kecelakaan lalu lintas melibatkan angkutan barang pada 2024.

“Perlu saya tekankan kembali, fokus utama kami adalah keselamatan,” kata Dudy keterangan resmi, Kamis, 26 Juni 2025.

Ia mengacu data Jasa Raharja yang mencatat angkutan barang sebagai penyebab kecelakaan terbanyak kedua. Tak hanya itu, Dudy menyebut kendaraan ODOL juga menyebabkan kemacetan, merusak infrastruktur jalan, dan menambah polusi.

Meski tegas melarang, namun ia menyatakan tetap membuka ruang diskusi, tanpa menunda kebijakan yang telah disepakati sejak 2017.

“Penundaan hanya akan menimbulkan kerugian baru dan tidak menyelesaikan akar masalah,” ujar  Dudy menegaskan.

Ia menyebut komitmen zero ODOL telah disepakati oleh stakeholder terkait pada tahun 2017 lalu. “Mulai saat ini kami hanya akan menjalankan regulasi yang sudah ada secara lebih tegas,” katanya.

Asisten Deputi Konektivitas Darat dan Perkeretaapian di Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) Hermin Esti Setyowati menyebut aturan tarif ongkos kirim truk segera diuji publik.

“Ada (pengaturan batas atas dan bawah tarif), nanti akan diatur lebih lanjut untuk aturannya. Ini sudah hampir masuk dalam uji publik untuk Raperpres Pemuatan Logistik Nasional," kata Esti uasi bertemu pengemudi sopir truk saat berdemonstrasi di kantor Kemenhub, Rabu 2 Juli lalu.

Salah satunya kebijakan pemberian insentif. Esti menyebut ada rencana pemberian insentif bagi sopir truk untuk normalisasi ukuran angkutan barang.

"Itu sudah kami atur juga dalam rencana aksi, termasuk pemberian insentif untuk normalisasi,"  katanya.  (*)

BERITALAINNYA
BERITATERKINI