Nguyet Anh Duong, Ilmuwan AS Keturunan Vietnam di Balik Bom Penghancur Bunker Iran
SinPo.id - Nama Nguyet Anh Duong, seorang wanita ilmuwan keturunan Vietnam-Amerika Serikat, kembali mencuat setelah militer AS menjatuhkan bom penghancur bunker ke fasilitas nuklir bawah tanah Iran pada Minggu 22 Juni 2025. Meski tidak terlibat langsung, Duong disebut-sebut sebagai sosok penting di balik teknologi yang digunakan dalam serangan tersebut.
Dikenal sebagai “The Bomb Lady”, Duong adalah pencipta bom thermobaric BLU-118/B, cikal bakal dari GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP), bom seberat 13 ton yang digunakan untuk menghancurkan bunker nuklir Iran di Fordow dan Natanz.
"Saat saya membaca rincian teknisnya, saya langsung merasa familiar," kata Duong, 65 tahun, dalam wawancara di rumahnya di Maryland, seperti dikutip New York Times.
Duong lahir di Saigon pada 1960, tumbuh besar di tengah Perang Vietnam. Ayahnya adalah pejabat pertanian Vietnam Selatan, sementara kakaknya seorang pilot helikopter militer.
Pada April 1975, hanya beberapa hari sebelum kejatuhan Saigon, keluarganya berhasil melarikan diri ke Filipina dan kemudian mendapat suaka ke Amerika Serikat. Mereka menetap di Washington D.C., dibantu oleh gereja lokal.
Meski sempat kesulitan bahasa, Duong membuktikan diri sebagai pelajar unggulan. Ia lulus dengan predikat kehormatan dari University of Maryland jurusan teknik kimia dan melanjutkan studi pascasarjana di bidang administrasi publik.
Kariernya dimulai di Indian Head Naval Surface Weapons Center sebagai insinyur kimia pada 1983. Di sanalah ia mengembangkan berbagai bahan peledak militer berteknologi tinggi.
Setelah serangan 11 September 2001, Duong dan timnya diminta Pentagon untuk menciptakan bom pemecah gua dalam waktu cepat. Hasilnya adalah BLU-118/B, bom thermobaric yang mampu menghancurkan ruang tertutup seperti terowongan Taliban dan Al Qaeda di Afghanistan.
“Bom ini dirancang agar tentara kita tidak perlu menyisir gua satu per satu. Itu menyelamatkan nyawa,” ujarnya.
Meski tidak terlibat langsung dalam pengembangan GBU-57, Duong menyebut bahwa teknologi bom tersebut adalah “evolusi” dari proyek yang dulu ia pimpin. Ia merasa bangga menjadi bagian dari komunitas kecil ilmuwan pembuat bahan peledak di AS.
"Saya melihat bahan peledaknya dan langsung teringat wajah-wajah sahabat lama. Kami komunitas kecil, saling mengenal."
Meskipun masa kecilnya dibayangi trauma perang, Duong tidak melihat kontradiksi dalam pekerjaannya sebagai pengembang senjata.
"Senjata hanyalah alat. Perang atau damai adalah keputusan manusia. Tugas kami memastikan tentara pulang hidup-hidup."
Salah satu momen paling berkesan dalam kariernya adalah ketika seorang tentara mendatanginya dan berkata, “Terima kasih, Anh. Kau menyelamatkan hidupku dan kawan-kawanku.”
Kini Duong hidup tenang bersama suaminya, sesama imigran Vietnam, dan keempat anak mereka di Maryland. Ia tetap bersyukur atas kehidupan barunya di Amerika.
“Kadang butuh orang luar untuk menyadari bahwa meski tak sempurna, negara ini adalah surga,” tuturnya.

