Zulfikar Arse Nilai Putusan MK Momentum Desain Ulang Pemilu Sesuai UUD 1945
SinPo.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah. Menurutnya, keputusan ini menjadi momen penting untuk mendesain ulang sistem pemilu dan pilkada nasional secara konstitusional sesuai struktur pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945.
“Putusan MK ini secara substansi menegaskan bahwa struktur politik kita terdiri atas dua entitas, yaitu politik nasional dan politik daerah, yang pengelolaannya perlu penyesuaian,” ujar Zulfikar dalam keterangannya, Jumat 27 Juni 2025.
Politikus dari Dapil Jawa Timur III itu menyatakan pihaknya menghormati keputusan MK dan siap menyusun kebijakan yang sejalan.
“MK adalah lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi. Karena putusannya bersifat final dan mengikat, DPR siap menyelaraskan UU sesuai ketetapan tersebut,” lanjut Zulfikar.
Ia menegaskan, dengan adanya putusan ini, posisi pilkada sebagai bagian dari rezim pemilu semakin diperkuat dan membuka peluang penggabungan regulasi pilkada ke dalam UU Pemilu, sesuai arah kebijakan RPJPN 2025–2045.
Zulfikar juga menilai keputusan MK ini akan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya serta meningkatkan efektivitas kinerja penyelenggara pemilu di tiap tahapan.
“Putusan ini mempertegas keberadaan penyelenggara pemilu sebagai institusi tetap, bukan lagi lembaga ad hoc. Ini penting untuk profesionalitas dan kesinambungan sistem,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa pemisahan pemilu nasional dan lokal akan mendorong munculnya budaya politik baru yang lebih mencerminkan kearifan lokal dan memperkuat pemerintahan daerah.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Perludem. MK menyatakan bahwa:
Pemungutan suara nasional (DPR, DPD, Presiden) dilaksanakan terlebih dahulu, dan paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelahnya, barulah dilakukan pemungutan suara untuk memilih DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah.
Putusan tersebut sekaligus menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mengikat jika tidak dimaknai sebagaimana ketentuan pemisahan jadwal pemilu tersebut.

