Kemenperin: Garam Industri Jadi Komponen Vital Sektor Pulp dan Kertas
SinPo.id -
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan akan terus menjaga ketersediaan garam industri dalam mendukung aktivitas produksi di sektor industri pulp dan kertas. Tujuannya supaya kinerja industri pulp dan kertas semakin berkontribusi signfikan bagi perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menjelaskan, garam industri digunakan dalam Chlor-Alkali CAP untuk memproduksi klorin, natrium hidroksida (NaOH), dan hidrogen melalui proses elektrolisis larutan garam.
"Produk-produk kimia dasar ini merupakan bagian penting dalam proses pemutihan, pemecahan serat kayu, pengendalian pH, hingga pembentukan produk akhir dalam industri pulp dan kertas," kata Putu dalam keterangannya, Kamis, 26 Juni 2025.
Berdasarkan data Februari 2025, industri pulp dan kertas di Indonesia mencatatkan nilai ekspor US$8,09 miliar. Rinciannya, industri pulp menyumbang US$3,56 miliar, sementara industri kertas mencapai US$ 4,44 miliar.
"Kinerja positif ini turut berkontribusi pada penyediaan lapangan kerja, dengan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 288 ribu orang dan tenaga kerja tidak langsung mencapai sekitar 1,2 juta orang," ungkapnya.
Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Irsyal Yasman menambahkan, dukungan pemerintah dalam pemenuhan garam industri sangat penting bagi industri pulp dan kertas. APKI berharap pemerintah dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut guna mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan industri.
"Garam industri bukan sekadar bahan penolong, melainkan komponen vital dalam proses produksi di sektor pulp dan kertas. Kebutuhan ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi dari dalam negeri karena spesifikasi teknis yang sangat ketat," kata Irsyal.
Irsyal menjelaskan, rata-rata kebutuhan garam industri bagi industri pulp dan kertas adalah 760 ribu ton per tahun dengan spesifikasi rata-rata kandungan natrium klorida minimal 97 persen, kadar air maksimal 2,5 persen, kalsium maksimal 0,045 persen, dan magnesium maksimal 0,026 persen.
"Sayangnya, saat ini pasokan dari dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara konsisten, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas," kata Irsyal.

