Konflik Iran-AS Picu Kepanikan, Pemerintah Siapkan Evakuasi Pekerja Migran Indonesia di Qatar

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 26 Juni 2025 | 02:29 WIB
Rudal (pixabay)
Rudal (pixabay)

SinPo.id -  Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) tengah melakukan mitigasi intensif terhadap ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) yang berada di kawasan konflik Timur Tengah, khususnya Qatar.

Langkah ini diambil menyusul serangan Iran terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Pangkalan Udara Al-Udeid, Qatar, yang terjadi pada Senin malam, 23 Juni 2025, di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran, Israel, dan AS.

"Sedang kita mitigasi dengan melakukan pendataan terus. Yang kedua, memberikan informasi hal-hal yang bisa dilakukan kalau ada apa-apa," ujar Menteri P2MI Abdul Kadir Karding di Gedung Serba Guna Desa Jlamprang, Wonosobo, Jawa Tengah, Rabu, 25 Juni 2025.

Karding menyebut bahwa saat ini pihaknya memantau secara aktif sekitar 2.000 pekerja migran Indonesia yang berada di Qatar. Pemerintah juga telah mengimbau agar para PMI menjauhi titik-titik rawan konflik demi menjaga keselamatan.

"Kita coba mendorong mereka untuk berpindah ke tempat yang aman. Saya sudah minta Dirjen Pelindungan (KemenP2MI) untuk berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri atau Kedutaan Besar RI di Qatar," jelasnya.

Menurut laporan terkini yang diterima kementerian, koordinasi lintas instansi dan diplomatik telah dilakukan sejak pagi untuk memastikan kesiapan evakuasi dan pendampingan darurat.

Karding menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam terhadap nasib para pekerja migran di kawasan konflik. Keamanan dan keselamatan WNI akan menjadi prioritas utama.

“Kami akan memastikan bahwa seluruh pekerja migran Indonesia yang ada di daerah-daerah impact conflict seperti Qatar, itu akan kita lindungi, akan kita jaga, dan kita hadir sebagai negara untuk melindungi mereka,” tegasnya.

Diketahui, tak lama setelah serangan ke pangkalan militer AS, Iran dan Israel mengumumkan gencatan senjata usai perang berdarah selama 12 hari. Namun demikian, situasi masih belum sepenuhnya stabil, dan pemerintah Indonesia tetap dalam status siaga tinggi terhadap kemungkinan eskalasi lanjutan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI