KPU Sesuaikan Aturan PAW dengan Putusan MK Terbaru

Laporan: Sigit Nuryadin
Selasa, 24 Juni 2025 | 21:19 WIB
Anggota KPU RI, Idham Holik. (SinPo.id/Istimewa)
Anggota KPU RI, Idham Holik. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tengah menyempurnakan rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif, dengan menyesuaikan isi aturan terhadap sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru.

Anggota KPU RI, Idham Holik mengatakan, penyesuaian ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan norma hukum dalam mekanisme PAW bagi anggota DPR, DPD, serta DPRD di semua tingkatan.

“Rancangan ini lahir dari kebutuhan hukum yang berkembang, terutama karena adanya putusan MK yang wajib kami tindak lanjuti,” ujar Idham kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Juni 2025.

Adapun KPU mengakomodasi dua putusan MK, yakni Putusan Nomor 88/PUU-XXI/2023 dan Nomor 176/PUU-XXII/2024, yang menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam proses penggantian anggota legislatif. 

"Sebelumnya, norma yang mengatur situasi tersebut belum tertuang dalam regulasi KPU," ungkap dia. 

Idham menegaskan aturan baru ini juga diselaraskan dengan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3, UU Pemilu, serta UU Pemerintahan Daerah. Dalam draf terbaru PKPU PAW, terdapat 17 poin krusial yang diubah.

“Poin-poin itu mencakup berbagai aspek penting, termasuk integritas proses PAW dan penghormatan terhadap suara pemilih,” imbuhnya.

Menurut dia, salah satu perubahan penting adalah kebijakan afirmasi terhadap perempuan. Dalam kasus suara caleg perempuan dan laki-laki yang sama persis, KPU akan mendahulukan caleg perempuan untuk menduduki kursi yang kosong.

“Ini bagian dari komitmen kami untuk memperkuat keterwakilan perempuan di parlemen. Ketika suara setara, kami mengedepankan prinsip afirmatif,” kata Idham.

Lebih jauh, Idham mengungkapkan, KPU juga berupaya menutup celah praktik politik transaksional dalam proses PAW. Dia meminta partai politik patuh terhadap prinsip suara terbanyak yang menjadi dasar sistem pemilu proporsional terbuka.

“Siapa pun yang menggantikan harus berdasarkan suara terbanyak, bukan keputusan elite partai,” tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI