Celios: RI Diuntungkan Jika Selat Hormuz Ditutup, tapi Subsidi BBM Bengkak

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 23 Juni 2025 | 15:58 WIB
Ilustrasi peta Selat Hormuz (SinPo.id/ AFP)
Ilustrasi peta Selat Hormuz (SinPo.id/ AFP)

SinPo.id - Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, ada kemungkinan ekspor komoditas Indonesia akan mendapatkan keuntungan jika Selat Hormuz ditutup oleh Iran. Karena, dampak penutupan Selat Hormuz, akan membuat harga komoditas semakin mahal.

"Indonesia juga biasanya diuntungkan juga dengan kenaikan harga komoditas minyak global ini, karena ekspor komoditas Indonesia akan semakin mahal," kata Nailul saat dikonfirmasi SinPo.id, Senin, 23 Juni 2025. 

Namun, lanjut Nailul, keuntungan yang didapatkan oleh Indonesia tidak seberapa dibandingkan dampaknya, seperti kenaikan harga bahan bahan minyak (BBM). Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan dengan baik peluang dan dampak dari konflik tersebut. 

"Memang 'kompensasi' keuntungan ini biasanya tidak seberapa dibandingkan dengan pembengkakan subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka ini pemerintah harus jeli betul melihat peluang dan dampak dari perang Iran-Israel," ucapnya. 

Nailul lantas menguraikan, ketika Selat Hormuz ditutup, akibatnya harga minyak global bisa menyentuh mendekati atau bahkan lebih dari US$100 per barel. Sebab,  seperempat perdagangan minyak global melewati selat tersebut. 

"Kenaikan ini sudah mulai terlihat dalam beberapa hari terakhir pasca Israel menyerang Iran ditambah saat ini Iran berencana untuk menurup Selat Hormuz. Dampak dari kenaikan harga adalah impor minyak bumi akan jadi lebih mahal, terutama bagi negara net importir seperti Indonesia," kata dia. 

Dia menerangkan, harga minyak yang meningkat akan berpengaruh kepada harga produksi BBM dalam negeri. Jika tidak ada kenaikan harga, maka subsidi akan semakin meningkat. Imbasnya, dana di APBN semakin terkuras, fiskal Indonesia pun semakin menurun.

Saat harga minyak global meningkat, sambung dia, inflasi global biasanya juga akan mengiringi. Hal ini dapat memicu resesi ekonomi global yang mana saat ini saja sudah diprediksi akan semakin turun. Dampaknya adalah perdagangan global  semakin terbatas, permintaan produk dari negara satu ke negara lainnya juga akan berkurang, termasuk Indonesia. 

"Ketika inflasi tinggi pun, bank sentral akan mengerek suku bunga-nya agar dapat mengendalikan inflasi. Akibatnya cost of investment akan semakin mahal. Perputaran ekonomi global akan terasa melambat," tukasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI