PCO Minta Publik Tak Berspekulasi Soal Sejarah 1998: Tunggu Draf Resminya
SinPo.id - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru berspekulasi terkait proses penulisan lanjutan sejarah Indonesia, khususnya periode krusial tahun 1998.
Dalam keterangannya di kantor PCO, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/6), Hasan menegaskan bahwa proses ini bukanlah upaya “menulis ulang” sejarah, melainkan melanjutkan narasi sejarah nasional yang sudah lama terbengkalai sejak reformasi.
“Ini bukan menulis ulang, tapi melanjutkan penulisan sejarah Indonesia. Mungkin terakhir kali ditulis tahun 1998. Sejak itu, belum ada upaya serius untuk mendokumentasikan perkembangan sejarah bangsa,” jelas Hasan.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya opini publik, termasuk reaksi dari sejumlah tokoh seperti Fadli Zonmengenai kasus-kasus sensitif seperti tragedi pemerkosaan massal 1998.
Hasan meminta publik memberi ruang kepada para sejarawan yang bekerja secara profesional dan ilmiah, bukan berdasarkan narasi populer atau opini media sosial.
“Kekhawatiran-kekhawatiran semacam ini mungkin bisa jadi diskusi, tapi jangan divonis macam-macam dulu,” tegasnya.
Menurut Hasan, banyak perdebatan yang muncul terlalu cepat, padahal draf resmi narasi sejarah tersebut belum dipublikasikan. Ia menekankan bahwa kritik atau koreksi tetap diperlukan, namun harus dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas akademik.
“Kalau sudah kita punya draft resminya, nanti baru kita koreksi bareng-bareng,” tambah Hasan.
Pemerintah saat ini memang tengah menyusun kelanjutan sejarah nasional, termasuk fase-fase penting pascareformasi. Proses ini disebut melibatkan sejarawan dari berbagai institusi dan pendekatan keilmuan yang beragam, dengan tujuan menjaga integritas akademik dan menghindari bias politik.
