Menteri PPPA: Rumah Tangga Lokasi Paling Rawan Terjadinya Kekerasan Seksual
SinPo.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan rumah tangga.
Dia menyebut data yang ada menunjukkan rumah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman, justru kerap menjadi lokasi utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kita sedang menghadapi situasi yang sangat memprihatinkan. Banyak kekerasan seksual justru terjadi di dalam rumah, tempat yang mestinya menjadi ruang aman bagi setiap perempuan dan anak,” ujar Arifah dalam keterangan resminya usai menghadiri pelatihan paralegal Muslimat NU di Jakarta, Sabtu, 14 Juni 2025.
Adapun berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) sepanjang Januari hingga Juni 2024, tercatat 11.850 laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan lebih dari 5.200 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual. Mayoritas kasus terjadi di ranah domestik.
Menurut Arifah, data tersebut menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menyisakan trauma psikologis jangka panjang, terutama bagi anak-anak.
“Setiap angka adalah wajah. Setiap data adalah kisah nyata. Kita tidak bisa lagi menganggap ini sebagai masalah privat, ini adalah masalah publik yang harus diselesaikan bersama,” tuturnya.
Dia juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan lintas sektor dalam penanganan kekerasan. “Kita butuh sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama agar tidak hanya memberi perlindungan saat kekerasan terjadi, tapi juga mencegahnya sejak dini,” imbuh dia
Lebih jauh, Arifah mengapresiasi pelatihan paralegal yang diberikan kepada anggota Muslimat NU. Dia menilai peran paralegal sangat strategis sebagai garda terdepan yang menjembatani korban dengan akses hukum dan layanan perlindungan.
“Paralegal bukan sekadar pendamping hukum. Mereka menjadi harapan pertama bagi para korban yang kerap takut atau bingung ke mana harus mengadu. Dengan kehadiran mereka, korban bisa mendapat dukungan yang lebih cepat dan tepat,” kata Arifah.
Arifah juga menyinggung pentingnya edukasi publik dan reformasi sosial yang lebih luas untuk memutus rantai kekerasan di dalam keluarga.
“Selama masyarakat masih membungkam suara korban dengan alasan tabu atau aib keluarga, maka kita akan terus menghadapi lingkaran kekerasan yang tak pernah selesai,” tandasnya.
